Minggu, 18 Agustus 2013

Tugas Kuliah Semester Baheulaaaak




PENYALAHGUNAAN BAHAN BERBAHAYA
 PADA MAKANAN


oleh:
                                                Nama     : Kristalina Kismadewi
                                                Kelas      : PMTK Pagi IA


PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
 UNIVERSITAS PEKALONGAN
TAHUN 2011





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang 
                  Anak-anak Indonesia kini tengah menghadapi bahaya serius yang seringkali tidak disadari oleh orang tua mereka. Terkadang justru orang tua mereka yang mendekatkan mereka pada bahaya tersebut karena ketidaktahuan atau ketidakmampuannya. Bahaya apakah itu? Bahaya makanan. Ya, makanan berbahaya tengah mengepung anak-anak kita dari segala penjuru. Bahkan menurut buku dari Choiril Azmiyawati, S.Si., M.Si. menjelaskan bahwa “Kesehatan tercermin dari apa yang Anda makan”.
       Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) pada tahun 2005 menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 47 produk makanan anak-anak yang mengandung pemanis dan pewarna berbahaya. Beberapa di antaranya bahkan merupakan jajanan merk terkenal. Survey lainnya, seperti yang dilaporkan harian Pos Kota tertanggal 13 Januari 2010 yang mengutip pernyataan Kepala BPOM DKI Jakarta menyebutkan bahwa ada 40% makanan jajanan anak-anak yang menggunakan zat berbahaya, terutama zat pewarna. Data ini berdasarkan pada riset dan temuan BPOM DKI Jakarta akhir Desember 2009 lalu.
         Jajanan-jajanan berbahaya ini sangat mudah didapatkan oleh anak-anak karena dijajakan di sekolah-sekolah, baik SD maupun SMP. Utamanya di sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Secara kasat mata memang agak sulit untuk menentukan apakah produk olahan pangan yang ditemukan mengandung bahan-bahan kimia berbahaya atau tidak, apalagi bila dosisnya sangat sedikit. Biarpun demikian, apabila dosisnya cukup banyak maka kita dapat mengetahuinya dari penampilan luar yang nampak nyata. Kondisi seperti ini tentu membuat banyak pihak merasa prihatin. Hal inilah yang membuat penulis ingin mengangkat topik mengenai “Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Makanan”.

1.2    Rumusan Masalah
         Dalam penulisan ini diperlukan adanya penegasan mengenai masalah-masalah atau hal-hal yang disajikan sehingga masalah tersebut menjadi jelas dan terarah. Masalah yang akan dibahas penulis dalam hal ini yaitu:
1.2.1    Apa sajakah jenis-jenis bahan kimia berbahaya yang beredar di masyarakat?
1.2.2    Bagaimana dampak bahan kimia berbahaya dalam makanan bagi kesehatan?
1.2.3    Bagaimana upaya mengantisipasi bahan kimia berbahaya pada makanan?

1.3    Tujuan Penulisan
         Setiap penulisan karya tulis tentu ada tujuannya, begitu pula dengan penulisan karya tulis yang berjudul “Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Makanan” mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.3.1    Mengetahui jenis-jenis bahan berbahaya yang terdapat pada makanan.
1.3.2    Mengetahui dampak negatif bahan berbahaya yang terdapat pada makanan.
1.3.3    Menimbulkan daya pikir kritis bagi para pembaca terhadap maraknya kasus penyalahgunaan bahan berbahaya pada makanan.



BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1    Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
                  Dalam pembuatan makanan, selain bahan baku yang digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu sering digunakan bahan-bahan lain sebagai bahan tambahan, yaitu yang secara umum disebut bahan tambahan makanan. Menurut Retno Widjajanti, S.Si. Bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan. Yang termasuk bahan tambahan makanan antara lain, pengawet, pewarna, pemanis dan penyedap rasa dan aroma.
                  Pengertian atau definisi bahan tambahan makanan cukup bervariasi tergantung pada negara pemakai. Di Indonesia, bahan tambahan makanan diartikan sebagai bahan yang biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Dari pengertian tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan bukan merupakan unsur khas makanan dan tidak selalu memiliki nilai gizi. Bahan tersebut dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk keperluan teknologi dalam rangka mempengaruhi sifat dan bentuk makanan. Bahan-bahan yang mengandung nilai gizi seperti garam, gula, dan pati tidak dianggap sebagai bahan tambahan makanan karena bahan-bahan tersebut digunakan, dikenal, atau biasa dijual sebagai bahan tambahan makanan. Jadi bahan-bahan itu dimasukkan dalam golongan GRAS (Generaly Recognized As Safe).
                  Bahan tambahan makanan merupakan  bahan tambahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku makanan. Penambahan bahan tambahan makanan ke dalam makanan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan dan aroma, untuk mengawetkan, dan untuk mempermudah proses pengolahan. Secara khusus kegunaan bahan tambahan makanan menurut Dra. Hindrina Perdhana Sari, yaitu:
1.      Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu makanan ;
2.      Membentuk makanan menjadi lebih baik dan renyah ;
3.      Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menggugah selera ;
4.      Meningkatkan kualitas makanan, dan
5.      Menghemat biaya.
                  Dalam praktek pembuatan makanan, seperti pembuatan jajanan tradisional sering terjadi penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan pangan. Penyimpangan atau pelanggaran tersebut pada umumnya berupa penggunaan bahan tambahan makanan yang dilarang dan penggunaan bahan tambahan makanan melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan makanan yang beracun atau bahan tambahan makanan secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang.

2.2        Pencemaran Bahan Berbahaya pada Makanan
                  Pencemaran adalah perubahan yang tidak diinginkan sifat-sifat fisik, kimia, atau biologi lingkungan yang dapat membahayakan kehidupan manusia atau mempengaruhi keadaan yang diinginkan makhluk hidup. Tresna Sastrawijaya mengartikan pencemaran sebagai kehadiran sesuatu dalam lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Berdasarkan kedua batasan tersebut maka yang dimaksud pencemaran bahan berbahaya adalah adanya bahan berbahaya pada makanan. Bahan berbahaya adalah bahan kimia atau fisika yang memiliki efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup.
                  Berdasarkan penggunaannya bahan berbahaya ada yang merupakan pestisida, ada yang merupakan bahan tambahan makanan, dan sebagainya. Boraks dan zat-zat pewarna terlarang merupakan bahan berbahaya yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Berdasarkan dampaknya, dikenal adanya bahan berbahaya penyebab kanker, bahan berbahaya penyebab alergi, dan sebagainya. Boraks merupakan salah satu contoh bahan berbahaya yang dapat menyebabkan kanker.
                  Karakteristik bahan berbahaya ditentukan oleh sifat toksisitas, bahaya, dan risiko. Toksisitas bahan berbahaya adalah gambaran dan kuantifikasi mengenai suatu bahan berbahaya. Pencemaran bahan berbahaya pada makanan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu cara sengaja dan tidak sengaja. Pencemaran bahan berbahaya pada makanan yang terjadi dengan cara sengaja, yaitu terjadinya pencemaran karena bahan pencemar secara sengaja diberikan kepada makanan sebagai bahan tambahan. Sedangkan pencemaran bahan berbahaya pada makanan yang terjadi tidak sengaja, yaitu terjadinya pencemaran karena adanya bahan pencemar pada makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan. Sebagai contoh, misalnya pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini pembuat makanan tidak sengaja memberikan pestisida ke makanan yang dibuatnya. Pencemaran dapat terjadi mungkin karena air atau alat-alat yang digunakan untuk mengolahnya mengandung pestisida.




BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Macam-macam Bahan Kimia Berbahaya yang Beredar di Masyarakat
                  Pada dasarnya baik masyarakat desa maupun kota pasti telah menggunakan zat adiktif atau bahan tambahan makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Zat adiktif makanan didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Zat adiktif telah dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan. Beberapa contoh zat adiktif yang sering dijumpai pada masyarakat, yaitu:
         3.1.1 Bahan Pengawet
         Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan makanan  yang mempunyai sifat rusak, akan tetapi tidak jarang produsen menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Apabila pemakaian bahan makanan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi maka kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian besar bagi konsumennya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan, maupun yang bersifat kumulatif, seperti apabila pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik.
                  Penggunaan bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan adalah penggunaan boraks dan formalin.
         3.1.1.1 Boraks
                     Boraks adalah bahan pengawet kayu dan antiseptik pengontrol kecoa. Boraks berbentuk serbuk kristal putih tanpa bau dan mudah larut dalam air. Boraks digunakan secara ilegal dalam industri makanan kerupuk dan bakso karena mampu memberi efek bagus pada tekstur makanan. Kerupuk dengan boraks lebih renyah dan empuk, sedangkan bakso dengan boraks menjadi kenyal, renyah, dan tahan lama. Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak, dan selaput lendir. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, bahkan kanker.
3.1.1.2 Formalin
            Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan ini biasanya digunakan sebagai bahan kimia dalam industri kayu lapis dan digunakan sebagai bahan desinfektan pada rumah sakit. Namun fungsinya sering disalahgunakan untuk bahan pengawet makanan dengan alasan karena biaya yang dibutuhkan lebih sedikit. Formalin digunakan secara ilegal untuk bahan pengawet. Bila terkena kulit dapat menyebabkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan seperti terbakar. Apabila terkena mata menimbulkan iritasi, memerah, dan gatal-gatal.

3.1.2 Bahan Pewarna
         Penampilan makanan termasuk bentuk dan warnanya dapat menambah daya tarik dan menggugah selera. Berdasarkan sumbernya, secara garis besar dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk ke dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu:
3.1.2.1 Pewarna Alami
            Banyak warna bagus yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami yang banyak mengandung nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (caramel) ke olahannya.
3.1.2.2 Pewarna sintetis
               Zat pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau certified color. Zat warna yang digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
               Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan walaupun sudah ada peraturan yang mengaturnya masih sering terjadi, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Pewarna tekstil tersebut yang banyak digunakan adalah:
3.1.2.2.1 Rhodamin-B
               Rhodamin-B merupakan pewarna sintetis dalam industri tekstil dan kertas, yang secara ilegal digunakan untuk pewarna makanan. Makanan yang menggunakan pewarna ini bisa dikenali dari warna merah mencolok yang tidak wajar, banyak terdapat titik-titik warna karena tidak homogen dan tidak pudar apabila terkena panas (digoreng atau direbus).
3.1.2.2.2 Methanyl yellow
               Methanyl yellow adalah pemberi warna kuning yang digunakan untuk industri tekstil dan cat. Bentuknya bisa berupa serbuk dan padatan. Biasanya digunakan secara ilegal pada industri mie, kerupuk, dan jajanan berwarna kuning mencolok dan cenderung berpendar serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen.

3.1.3 Bahan Pemanis
         Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, sebagai bahan substitusi pemanis utama, dan sebagai pengawet.
         Dilihat dari sumbernya pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis sintetis. Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman, seperti tebu. Beberapa pemanis alami yang sering digunakan adalah sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, sorbitol, dsb. Sedangkan beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak digunakan, yaitu:
3.1.3.1 Sakarin
            Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, nonkarsinogenik, rendah kalori, dan harganya relatif murah. Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain, untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Produk makanan dan minuman yang menggunakan sakarin diantaranya adalah minuman ringan, permen, selai, dan hasil olahan lain tanpa gula. Selain itu, sakarin juga digunakan sebagai bahan tambahan pada produk kesehatan mulut, seperti pasta gigi.
3.1.3.2 Siklamat
            Dalam industri pangan natrium siklamat digunakan sebagai bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas sehingga sering digunakan dalam makanan yang diproses dalam suhu tinggi, misalnya makanan dalam kaleng.
3.1.3.3 Aspartam
            Aspartam memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis.

3.1.4 Penyedap Rasa dan Aroma
         Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan, penyedap rasa, aroma, dan penguat rasa adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap memiliki beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai, atau diterima dan lebih menarik.
         Bahan penyedap ada dua macam, yaitu bahan penyedap alami, seperti bumbu, daun minyak esensial, ekstrak tanaman atau hewan. Bahan penyedap yang kedua adalah bahan penyedap sintetis yang merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai flavour (penyedap alami).
         Tujuan penggunaan bahan penyedap rasa dalam pengolahan makanan, yaitu:
a.       Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan, misalnya keju dan yoghurt.
b.      Menutupi atau menyembunyikan bahan makanan yang tidak disukai.
c.       Modifikasi, pelengkap, atau penguat aroma. Misalnya, penambah aroma ayam pada pembuatan sup ayam, dan aroma butter pada pembuatan margarin.
d.      Membentuk aroma bau atau menetralisir bila bergabung dengan komponen bahan pangan. Misalnya, penambahan krim pada kopi menyebabkan aroma spesifik dan juga dapat mengurangi rasa pahit.

3.2    Dampak Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan bagi Kesehatan
                  Banyaknya kasus keracunan makanan menyebabkan perlunya peningkatan food safety secara terus menerus sehingga kejadian keracunan makanan dapat ditekan seminimal mungkin.
                  Penggunaaan bahan kimia berbahaya atau bahan tambahan makanan tersebut apabila melebihi ambang batas maka akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, diantaranya:
3.2.1 Penggunaan bahan pengawet
Penggunaan zat pengawet yang berlebihan dapat mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit. Bahan pengawet yang sangat luas pemakaiannya tersebut dapat menyebabkan kanker.

3.2.2 Penggunaan bahan pewarna
Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun memiliki dampak positif bagi produsen dan konsumen ternyata dapat pula menumbuhkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberi efek negatif bagi kesehatan manusia. Beberapa hal yang dapat menimbulkan efek negatif tersebut apabila terjadi:
a.       Bahan pewarna sintetis yang terdapat dalam makanan ini dikonsumsi dalam jumlah kecil namun berulang.
b.      Bahan pewarna sintetis yang  terdapat dalam makanan ini dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
c.       Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebih.
d.      Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia tidak memenuhi persyaratan.
Efek kronis yang dapat ditimbulkan dari pewarna sintetis ini adalah apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kanker hati.

3.2.3 Penggunaan bahan pemanis
         Penggunaan bahan pemanis sintetis masih diragukan keamanannya bagi kesehatan konsumen. Hal ini dikarenakan pemanis sintetis tersebut bersifat karsinogenik.
         Hasil penelitian Natural Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, tetapi penelitian ini juga menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan kanker kantong kemih. Hal ini dikarenakan sakarin yang mengendap dalam ginjal memicu pertumbuhan kantong mukosa kandung kemih. Para pakar epidemiolog dan kesehatan tidak merekomendasikan penggunaan sakarin untuk makanan dan minuman konsumsi karena terbukti membahayakan kesehatan, begitu pula siklamat yang dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu pecahnya sel kromosom dalam medium biakan sel leukosit.

3.2.4 Penggunaan penyedap rasa dan aroma
         Penyedap alami sebagian besar tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan, namun ada beberapa penyedap rasa sintetis yang banyak beredar di pasaran yang apabila dipergunakan secara berlebihan akan menimbulkan efek terhadap kesehatan, misalnya penggunaan Monosodium Glutamate (MSG) dalam dosis tinggi (g/kg/berat badan/hari) atau dalam dosis yang lebih tinggi maka dapat mengakibatkan kerusakan sel saraf khususnya dibagian otak yang disebut hypothalamus.

3.3        Upaya Mengantisipasi Bahan Kima Berbahaya dalam Makanan
         Masalah peredaran makanan berbahaya tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi saja. Masalah ini harus dilihat dari berbagai sisi. Jika kita cermati, masalah ini muncul akibat rendahnya kesadaran masyarakat dan taraf ekonomi yang rendah.
         Rendahnya kesadaran masyarakat lahir dari mana? Bukankah dari taraf pendidikan yang juga rendah? Harus diakui bahwa pendidikan di negeri ini sangat tidak ramah kepada masyarakat dari kalangan menengah ke bawah. Selain itu, pendidikan kita yang berbasis secularism-capitalism itu hanya berhasil mencetak peserta didiknya menjadi manusia-manusia kapitalis yang hanya mementingkan kepentingan dirinya saja. Maka produsen-produsen yang berpendidikan rendah tetap memproduksi makanan berbahaya karena ketidaktahuan sedangkan produsen besar pun melakukannya karena keserakahan dan ketidakpeduliaan mereka pada orang lain. Dilihat dari sisi ini maka dengan menciptakan sistem pendidikan yang ramah bagi siapa pun dan sanggup mencetak peserta didiknya menjadi insan seutuhnya yang tidak hanya sekadar cerdas, tetapi juga memiliki kepekaan dan ketaqwaan merupakan salah satu upaya mengantisipasi bahan tambahan pangan berbahaya. Dengan kecerdasan seseorang dapat mensejahterakan dirinya, dan dengan kepekaan dan ketaqwaan ia dapat mensejahterakan dirinya sekaligus mensejahterakan dan melindungi masyarakat.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi maraknya peredaran bahan tambahan pangan berbahaya dalam makanan dan minuman antara lain:
1.            Razia makanan berbahaya.
2.            Pencabutan izin usaha.
3.            Pembatasan peredaran bahan kimia yang sering disalahgunakan untuk makanan dan minuman.
4.            Edukasi dengan seminar dan poster.




BAB IV
PENUTUP

4.1     SIMPULAN
         Dari makalah ini dapat kita simpulkan bahwa kesadaran konsumen jauh dari yang diharapkan, termasuk diantaranya keharusan membaca label sebelum menjatuhkan pilihan untuk membeli. Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya. 

4.2     SARAN
         Beberapa saran yang dapat penulis kemukakan kepada pembaca, antara lain:
1.      Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus, yaitu dengan mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya.
2.      Para pelaku usaha baik sebagai produsen, pedagang/distributor maupun importer turut bertanggung jawab dalam penerapan ketentuan pemerintah khususnya mengenai label pangan, antara lain kewajiban pencantuman kadaluwarsa serta label berbahasa Indonesia.
3.      Perlunya diadakan penegakan hukum yang jelas agar dapat memberikan efek jera pada kasus-kasus pelanggaran terhadap ketentuan berlaku berkaitan dengan pangan oleh pelaku usaha.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar