PENYALAHGUNAAN BAHAN BERBAHAYA
PADA MAKANAN
oleh:
Nama
: Kristalina Kismadewi
Kelas
: PMTK Pagi IA
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak-anak
Indonesia kini
tengah menghadapi bahaya serius yang seringkali tidak disadari oleh orang tua
mereka. Terkadang justru orang tua mereka yang mendekatkan mereka pada bahaya
tersebut karena ketidaktahuan atau ketidakmampuannya. Bahaya apakah itu? Bahaya
makanan. Ya, makanan berbahaya tengah mengepung anak-anak kita dari segala
penjuru. Bahkan menurut buku dari Choiril Azmiyawati, S.Si., M.Si. menjelaskan
bahwa “Kesehatan tercermin dari apa yang Anda makan”.
Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) pada tahun 2005 menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 47 produk makanan anak-anak yang mengandung pemanis dan pewarna berbahaya. Beberapa di antaranya bahkan merupakan jajanan merk terkenal. Survey lainnya, seperti yang dilaporkan harian Pos Kota tertanggal 13 Januari 2010 yang mengutip pernyataan Kepala BPOM DKI Jakarta menyebutkan bahwa ada 40% makanan jajanan anak-anak yang menggunakan zat berbahaya, terutama zat pewarna. Data ini berdasarkan pada riset dan temuan BPOM DKI Jakarta akhir Desember 2009 lalu.
Jajanan-jajanan berbahaya ini sangat mudah didapatkan oleh anak-anak karena dijajakan di sekolah-sekolah, baik SD maupun SMP. Utamanya di sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Secara kasat mata memang agak sulit untuk menentukan apakah produk olahan pangan yang ditemukan mengandung bahan-bahan kimia berbahaya atau tidak, apalagi bila dosisnya sangat sedikit. Biarpun demikian, apabila dosisnya cukup banyak maka kita dapat mengetahuinya dari penampilan luar yang nampak nyata. Kondisi seperti ini tentu membuat banyak pihak merasa prihatin. Hal inilah yang membuat penulis ingin mengangkat topik mengenai “Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Makanan”.
Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) pada tahun 2005 menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 47 produk makanan anak-anak yang mengandung pemanis dan pewarna berbahaya. Beberapa di antaranya bahkan merupakan jajanan merk terkenal. Survey lainnya, seperti yang dilaporkan harian Pos Kota tertanggal 13 Januari 2010 yang mengutip pernyataan Kepala BPOM DKI Jakarta menyebutkan bahwa ada 40% makanan jajanan anak-anak yang menggunakan zat berbahaya, terutama zat pewarna. Data ini berdasarkan pada riset dan temuan BPOM DKI Jakarta akhir Desember 2009 lalu.
Jajanan-jajanan berbahaya ini sangat mudah didapatkan oleh anak-anak karena dijajakan di sekolah-sekolah, baik SD maupun SMP. Utamanya di sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Secara kasat mata memang agak sulit untuk menentukan apakah produk olahan pangan yang ditemukan mengandung bahan-bahan kimia berbahaya atau tidak, apalagi bila dosisnya sangat sedikit. Biarpun demikian, apabila dosisnya cukup banyak maka kita dapat mengetahuinya dari penampilan luar yang nampak nyata. Kondisi seperti ini tentu membuat banyak pihak merasa prihatin. Hal inilah yang membuat penulis ingin mengangkat topik mengenai “Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Makanan”.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam penulisan ini diperlukan
adanya penegasan mengenai masalah-masalah atau hal-hal yang disajikan sehingga
masalah tersebut menjadi jelas dan terarah. Masalah yang akan dibahas penulis
dalam hal ini yaitu:
1.2.1 Apa sajakah
jenis-jenis bahan kimia berbahaya yang beredar di masyarakat?
1.2.2 Bagaimana
dampak bahan kimia berbahaya dalam makanan bagi kesehatan?
1.2.3 Bagaimana
upaya mengantisipasi bahan kimia berbahaya pada makanan?
1.3 Tujuan
Penulisan
Setiap
penulisan karya tulis tentu ada tujuannya, begitu pula dengan penulisan karya
tulis yang berjudul “Penyalahgunaan Bahan Berbahaya pada Makanan” mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1.3.1
Mengetahui jenis-jenis bahan
berbahaya yang terdapat pada makanan.
1.3.2 Mengetahui
dampak negatif bahan berbahaya yang terdapat pada makanan.
1.3.3 Menimbulkan
daya pikir kritis bagi para pembaca terhadap maraknya kasus penyalahgunaan
bahan berbahaya pada makanan.
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1
Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Dalam pembuatan
makanan, selain bahan baku
yang digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu sering digunakan bahan-bahan lain
sebagai bahan tambahan, yaitu yang secara umum disebut bahan tambahan makanan. Menurut
Retno Widjajanti, S.Si. Bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan. Yang termasuk bahan
tambahan makanan antara lain, pengawet, pewarna, pemanis dan penyedap rasa dan
aroma.
Pengertian atau definisi bahan
tambahan makanan cukup bervariasi tergantung pada negara pemakai. Di Indonesia,
bahan tambahan makanan diartikan sebagai bahan yang biasanya bukan merupakan
ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan (langsung
atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut. Dari pengertian tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan bahan
tambahan makanan bukan merupakan unsur khas makanan dan tidak selalu memiliki
nilai gizi. Bahan tersebut dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
keperluan teknologi dalam rangka mempengaruhi sifat dan bentuk makanan.
Bahan-bahan yang mengandung nilai gizi seperti garam, gula, dan pati tidak
dianggap sebagai bahan tambahan makanan karena bahan-bahan tersebut digunakan,
dikenal, atau biasa dijual sebagai bahan tambahan makanan. Jadi bahan-bahan itu
dimasukkan dalam golongan GRAS (Generaly
Recognized As Safe).
Bahan
tambahan makanan merupakan bahan
tambahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan
bahan baku
makanan. Penambahan bahan tambahan makanan ke dalam makanan ditujukan untuk
mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan
dan aroma, untuk mengawetkan, dan untuk mempermudah proses pengolahan. Secara
khusus kegunaan bahan tambahan makanan menurut Dra. Hindrina Perdhana Sari,
yaitu:
1.
Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba
perusak pangan, atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu makanan ;
2.
Membentuk makanan menjadi lebih baik dan renyah ;
3.
Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menggugah selera ;
4.
Meningkatkan kualitas makanan, dan
5.
Menghemat biaya.
Dalam praktek
pembuatan makanan, seperti pembuatan jajanan tradisional sering terjadi
penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan pangan.
Penyimpangan atau pelanggaran tersebut pada umumnya berupa penggunaan bahan
tambahan makanan yang dilarang dan penggunaan bahan tambahan makanan melebihi
dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan makanan yang beracun atau bahan
tambahan makanan secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan
berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang.
2.2
Pencemaran
Bahan Berbahaya pada Makanan
Pencemaran adalah perubahan yang tidak diinginkan
sifat-sifat fisik, kimia, atau biologi lingkungan yang dapat membahayakan
kehidupan manusia atau mempengaruhi keadaan yang diinginkan makhluk hidup.
Tresna Sastrawijaya mengartikan pencemaran sebagai kehadiran sesuatu dalam
lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Berdasarkan kedua
batasan tersebut maka yang dimaksud pencemaran bahan berbahaya adalah adanya
bahan berbahaya pada makanan. Bahan berbahaya adalah bahan kimia atau fisika
yang memiliki efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme
hidup.
Berdasarkan penggunaannya bahan berbahaya ada yang
merupakan pestisida, ada yang merupakan bahan tambahan makanan, dan sebagainya.
Boraks dan zat-zat pewarna terlarang merupakan bahan berbahaya yang digunakan
sebagai bahan tambahan makanan. Berdasarkan dampaknya, dikenal adanya bahan
berbahaya penyebab kanker, bahan berbahaya penyebab alergi, dan sebagainya.
Boraks merupakan salah satu contoh bahan berbahaya yang dapat menyebabkan
kanker.
Karakteristik bahan berbahaya ditentukan oleh sifat
toksisitas, bahaya, dan risiko. Toksisitas bahan berbahaya adalah gambaran dan
kuantifikasi mengenai suatu bahan berbahaya. Pencemaran bahan berbahaya pada
makanan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu cara sengaja dan tidak sengaja.
Pencemaran bahan berbahaya pada makanan yang terjadi dengan cara sengaja, yaitu
terjadinya pencemaran karena bahan pencemar secara sengaja diberikan kepada
makanan sebagai bahan tambahan. Sedangkan pencemaran bahan berbahaya pada
makanan yang terjadi tidak sengaja, yaitu terjadinya pencemaran karena adanya
bahan pencemar pada makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan.
Sebagai contoh, misalnya pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini
pembuat makanan tidak sengaja memberikan pestisida ke makanan yang dibuatnya.
Pencemaran dapat terjadi mungkin karena air atau alat-alat yang digunakan untuk
mengolahnya mengandung pestisida.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Macam-macam Bahan Kimia Berbahaya yang
Beredar di Masyarakat
Pada dasarnya baik masyarakat desa
maupun kota pasti
telah menggunakan zat adiktif atau bahan tambahan makanan dalam kehidupannya
sehari-hari. Zat adiktif makanan didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan
dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Zat
adiktif telah dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan. Beberapa
contoh zat adiktif yang sering dijumpai pada masyarakat, yaitu:
3.1.1 Bahan Pengawet
Bahan
pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan makanan yang mempunyai sifat rusak, akan tetapi tidak
jarang produsen menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan
untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet
dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Apabila pemakaian bahan
makanan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi maka kemungkinan besar akan
menimbulkan kerugian besar bagi konsumennya, baik yang bersifat langsung
misalnya keracunan, maupun yang bersifat kumulatif, seperti apabila pengawet
yang digunakan bersifat karsinogenik.
Penggunaan
bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan adalah penggunaan boraks dan
formalin.
3.1.1.1
Boraks
Boraks
adalah bahan pengawet kayu dan antiseptik pengontrol kecoa. Boraks berbentuk serbuk
kristal putih tanpa bau dan mudah larut dalam air. Boraks digunakan secara ilegal
dalam industri makanan kerupuk dan bakso karena mampu memberi efek bagus pada
tekstur makanan. Kerupuk dengan boraks lebih renyah dan empuk, sedangkan bakso
dengan boraks menjadi kenyal, renyah, dan tahan lama. Bahaya boraks terhadap
kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak, dan selaput lendir. Jika
dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu
makan menurun, anemia, rambut rontok, bahkan kanker.
3.1.1.2 Formalin
Formalin
merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan
ini biasanya digunakan sebagai bahan kimia dalam industri kayu lapis dan
digunakan sebagai bahan desinfektan pada rumah sakit. Namun fungsinya sering
disalahgunakan untuk bahan pengawet makanan dengan alasan karena biaya yang
dibutuhkan lebih sedikit. Formalin digunakan secara ilegal untuk bahan pengawet.
Bila terkena kulit dapat menyebabkan perubahan warna, kulit menjadi merah,
mengeras, mati rasa dan seperti terbakar. Apabila terkena mata menimbulkan
iritasi, memerah, dan gatal-gatal.
3.1.2
Bahan Pewarna
Penampilan
makanan termasuk bentuk dan warnanya dapat menambah daya tarik dan menggugah
selera. Berdasarkan sumbernya, secara garis besar dikenal dua jenis zat pewarna
yang termasuk ke dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu:
3.1.2.1
Pewarna Alami
Banyak
warna bagus yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat digunakan sebagai
pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami yang banyak mengandung nutrisi
(karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika)
atau pemberi rasa (caramel) ke olahannya.
3.1.2.2
Pewarna sintetis
Zat
pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau certified color. Zat warna yang
digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut
proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Penyalahgunaan
pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan walaupun sudah ada peraturan
yang mengaturnya masih sering terjadi, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan
kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Pewarna tekstil tersebut yang banyak
digunakan adalah:
3.1.2.2.1 Rhodamin-B
Rhodamin-B
merupakan pewarna sintetis dalam industri tekstil dan kertas, yang secara ilegal
digunakan untuk pewarna makanan. Makanan yang menggunakan pewarna ini bisa
dikenali dari warna merah mencolok yang tidak wajar, banyak terdapat titik-titik
warna karena tidak homogen dan tidak pudar apabila terkena panas (digoreng atau
direbus).
3.1.2.2.2 Methanyl yellow
Methanyl
yellow adalah pemberi warna kuning yang digunakan untuk industri tekstil dan
cat. Bentuknya bisa berupa serbuk dan padatan. Biasanya digunakan secara ilegal
pada industri mie, kerupuk, dan jajanan berwarna kuning mencolok dan cenderung
berpendar serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen.
3.1.3
Bahan Pemanis
Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan
produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis
berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat
fisik, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi
tubuh, sebagai bahan substitusi pemanis utama, dan sebagai pengawet.
Dilihat
dari sumbernya pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis sintetis.
Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman, seperti tebu. Beberapa pemanis
alami yang sering digunakan adalah sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa,
sorbitol, dsb. Sedangkan beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan
banyak digunakan, yaitu:
3.1.3.1 Sakarin
Sakarin
secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang
stabil, nonkarsinogenik, rendah kalori, dan harganya relatif murah. Penggunaan
sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain, untuk menutupi rasa tidak
enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Produk makanan dan minuman yang
menggunakan sakarin diantaranya adalah minuman ringan, permen, selai, dan hasil
olahan lain tanpa gula. Selain itu, sakarin juga digunakan sebagai bahan
tambahan pada produk kesehatan mulut, seperti pasta gigi.
3.1.3.2 Siklamat
Dalam
industri pangan natrium siklamat digunakan sebagai bahan pemanis yang tidak
mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas
sehingga sering digunakan dalam makanan yang diproses dalam suhu tinggi,
misalnya makanan dalam kaleng.
3.1.3.3 Aspartam
Aspartam
memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa. Pada penggunaan dalam minuman
ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan
mengakibatkan turunnya rasa manis.
3.1.4
Penyedap Rasa dan Aroma
Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan,
penyedap rasa, aroma, dan penguat rasa adalah bahan tambahan pangan yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap memiliki
beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih
bernilai, atau diterima dan lebih menarik.
Bahan
penyedap ada dua macam, yaitu bahan penyedap alami, seperti bumbu, daun minyak
esensial, ekstrak tanaman atau hewan. Bahan penyedap yang kedua adalah bahan
penyedap sintetis yang merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai flavour (penyedap alami).
Tujuan penggunaan bahan penyedap rasa
dalam pengolahan makanan, yaitu:
a.
Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma
tertentu selama pengolahan, misalnya keju dan yoghurt.
b.
Menutupi atau menyembunyikan bahan makanan yang tidak
disukai.
c.
Modifikasi, pelengkap, atau penguat aroma. Misalnya,
penambah aroma ayam pada pembuatan sup ayam, dan aroma butter pada pembuatan margarin.
d.
Membentuk aroma bau atau menetralisir bila bergabung dengan
komponen bahan pangan. Misalnya, penambahan krim pada kopi menyebabkan aroma
spesifik dan juga dapat mengurangi rasa pahit.
3.2 Dampak Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan
bagi Kesehatan
Banyaknya
kasus keracunan makanan menyebabkan perlunya peningkatan food safety secara terus menerus sehingga kejadian keracunan
makanan dapat ditekan seminimal mungkin.
Penggunaaan
bahan kimia berbahaya atau bahan tambahan makanan tersebut apabila melebihi
ambang batas maka akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, diantaranya:
3.2.1
Penggunaan bahan pengawet
Penggunaan zat pengawet yang
berlebihan dapat mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit. Bahan pengawet
yang sangat luas pemakaiannya tersebut dapat menyebabkan kanker.
3.2.2
Penggunaan bahan pewarna
Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam makanan
walaupun memiliki dampak positif bagi produsen dan konsumen ternyata dapat pula
menumbuhkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberi efek negatif bagi
kesehatan manusia. Beberapa hal yang dapat menimbulkan efek negatif tersebut apabila
terjadi:
a.
Bahan pewarna sintetis yang terdapat dalam makanan ini
dikonsumsi dalam jumlah kecil namun berulang.
b.
Bahan pewarna sintetis yang terdapat dalam makanan ini dikonsumsi dalam
jangka waktu lama.
c.
Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan
bahan pewarna sintetis secara berlebih.
d.
Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan
kimia tidak memenuhi persyaratan.
Efek kronis yang dapat ditimbulkan dari pewarna
sintetis ini adalah apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kanker hati.
3.2.3
Penggunaan bahan pemanis
Penggunaan
bahan pemanis sintetis masih diragukan keamanannya bagi kesehatan konsumen. Hal
ini dikarenakan pemanis sintetis tersebut bersifat karsinogenik.
Hasil
penelitian Natural Academy of Science tahun
1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau
lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, tetapi penelitian
ini juga menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan kanker
kantong kemih. Hal ini dikarenakan sakarin yang mengendap dalam ginjal memicu
pertumbuhan kantong mukosa kandung kemih. Para
pakar epidemiolog dan kesehatan tidak merekomendasikan penggunaan sakarin untuk
makanan dan minuman konsumsi karena terbukti membahayakan kesehatan, begitu
pula siklamat yang dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang lebih
baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu pecahnya sel
kromosom dalam medium biakan sel leukosit.
3.2.4
Penggunaan penyedap rasa dan aroma
Penyedap
alami sebagian besar tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan,
namun ada beberapa penyedap rasa sintetis yang banyak beredar di pasaran yang
apabila dipergunakan secara berlebihan akan menimbulkan efek terhadap
kesehatan, misalnya penggunaan Monosodium
Glutamate (MSG) dalam dosis tinggi (g/kg/berat badan/hari) atau dalam dosis
yang lebih tinggi maka dapat mengakibatkan kerusakan sel saraf khususnya
dibagian otak yang disebut hypothalamus.
3.3
Upaya
Mengantisipasi Bahan Kima Berbahaya dalam Makanan
Masalah
peredaran makanan berbahaya tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi saja.
Masalah ini harus dilihat dari berbagai sisi. Jika kita cermati, masalah ini
muncul akibat rendahnya kesadaran masyarakat dan taraf ekonomi yang rendah.
Rendahnya
kesadaran masyarakat lahir dari mana? Bukankah dari taraf pendidikan yang juga
rendah? Harus diakui bahwa pendidikan di negeri ini sangat tidak ramah kepada
masyarakat dari kalangan menengah ke bawah. Selain itu, pendidikan kita yang
berbasis secularism-capitalism itu
hanya berhasil mencetak peserta didiknya menjadi manusia-manusia kapitalis yang
hanya mementingkan kepentingan dirinya saja. Maka produsen-produsen yang
berpendidikan rendah tetap memproduksi makanan berbahaya karena ketidaktahuan
sedangkan produsen besar pun melakukannya karena keserakahan dan
ketidakpeduliaan mereka pada orang lain. Dilihat dari sisi ini maka dengan
menciptakan sistem pendidikan yang ramah bagi siapa pun dan sanggup mencetak
peserta didiknya menjadi insan seutuhnya yang tidak hanya sekadar cerdas,
tetapi juga memiliki kepekaan dan ketaqwaan merupakan salah satu upaya
mengantisipasi bahan tambahan pangan berbahaya. Dengan kecerdasan seseorang
dapat mensejahterakan dirinya, dan dengan kepekaan dan ketaqwaan ia dapat mensejahterakan
dirinya sekaligus mensejahterakan dan melindungi masyarakat.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi maraknya peredaran bahan tambahan pangan berbahaya dalam makanan dan minuman antara lain:
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi maraknya peredaran bahan tambahan pangan berbahaya dalam makanan dan minuman antara lain:
1.
Razia makanan berbahaya.
2.
Pencabutan izin usaha.
3.
Pembatasan peredaran bahan kimia yang sering
disalahgunakan untuk makanan dan minuman.
4.
Edukasi dengan seminar dan poster.
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Dari makalah ini dapat
kita simpulkan bahwa kesadaran konsumen jauh dari yang diharapkan, termasuk
diantaranya keharusan membaca label sebelum menjatuhkan pilihan untuk membeli.
Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus.
Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak
atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya
konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan
ketentuannya.
4.2 SARAN
Beberapa saran yang dapat penulis
kemukakan kepada pembaca, antara lain:
1.
Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat
secara terus menerus, yaitu dengan mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih
bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan
pengetahuan tentang barang dan ketentuannya.
2.
Para pelaku usaha baik sebagai produsen,
pedagang/distributor maupun importer turut bertanggung jawab dalam penerapan
ketentuan pemerintah khususnya mengenai label pangan, antara lain kewajiban
pencantuman kadaluwarsa serta label berbahasa Indonesia.
3.
Perlunya diadakan penegakan hukum yang jelas agar dapat
memberikan efek jera pada kasus-kasus pelanggaran terhadap ketentuan berlaku
berkaitan dengan pangan oleh pelaku usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar