BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada aspek ibadah Islam tidak hanya mengatur masalah
ibadah sholat, zakat, puasa atau ibadah haji saja,tetapi juga yang menyangkut
aspek-aspek lain,termasuk tata cara pembagian harta pusaka atau warisan,yang
dalam ilmu fiqih disebut FARAID.
Secara
etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras, yang merupakan mashdar
(infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut
bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau
dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan maknanya menurut istilah yang
dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal
kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta
(uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Dalam hukum islam rukun waris ada tiga
- Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
- Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
- Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
penulisan ini diperlukan adanya penegasan mengenai masalah-masalah atau hal-hal
yang disajikan sehingga masalah tersebut menjadi jelas dan terarah.
Masalah yang akan dibahas dalam hal ini, yaitu:
1.2.1 Apakah
mawaris itu?
1.2.2 Apa
penyebab dan penghalang mawaris?
1.2.3 Apa saja
permasalahan ahli waris?
1.3
Tujuan Penulisan
Setiap
penulisan makalah tentu ada tujuannya, begitu pula dengan penulisan makalah ini
yang mempunyai tujuan:
1.3.1 Untuk
mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan mawaris
1.3.2 Untuk
mengetahui sebab-sebab dan penghalang terjadinya waris mewarisi
1.3.3 Untuk
mengetahui permasalahan-permasalahan dalam mawaris
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Ilmu Mawaris
2.1.1
Pengertian
dan Hukum Mawaris
Menurut bahasa
kata mawaris adalah bentuk jama’ dari
kata ”mirats” yang menggunakan makna ”mauruts” artinya ”harta warisan” yang
ditinggalkan oleh mayit. Sedangkan pengertian mawaris menurut istilah syara’
yaitu ilmu yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembagian harta
peninggalan.
Ilmu mawaris
disebut juga ilmu faraid yang berarti ketentuan atau bagian yang telah
ditentukan. Dengan demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena membahas
perkara yang berkaitan dengan harta peninggalan (harta warisan). Disebut ilmu
faraid karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah
ditentukan terhadap masing-masing ahli waris.
Hal-hal yang terkait dengan pembagian warisan adalah
sebagai berikut
a.
Hak-hak
yang terkait dengan pembagian warisan
b.
Sebab-sebab
waris mewarisi
c.
Halangan
waris mewarisi
d.
Orang-orang
yang berhak menerima warisan
e.
Penghalang
f.
Ketentuan
masing-masing dari ahli waris
g.
Kaidah
penghitungan
h.
Cara
mempraktikkan pembagian harta warisan.
Hukum mempelajari ilmu waris
adalah fardlu kifayah, yakni apabila dalam satu daerah atau kelompok ada salah
seorang yang telah mempelajari ilmu ini, maka yang lain sudah gugur
kewajibannya lagi. Hal ini dimaksudkan apabila dalam suatu daerah atau kelompok
muncul permasalahan tentang warisan, orang tersebut dapat memecahkan masalah
tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah syariat islam.
2.1.2
Tujuan
Ilmu Mawaris
Tujuan ilmu
mawaris adalah agar kaum muslimin dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan
syariat islam bidang pembagian harta warisan, dapat memberikan solusi terhadap
pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulnya dan
dapat terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi). Bagi umat
islam, segala persoalan hidup manusia baik yang terkait dengan Allah dan yang
terkait dengan manusia lainnya adalah diatur di dalam syariat islam, Sebagaimana
firman Allah SWT:
”Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar (melampaui) ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya
ke dalam neraka, sedang ia kekal didalamnya, dan baginya siksa yang
menghinakan”. (Qs. An-Nisa’:14)
2.1.3
Kedudukan
Ilmu Mawaris
Ilmu mawaris
atau ilmu faraid dalam agama islam mempunyai kedudukan yang sangat penting
karena dengan membagi harta warisan secara benar maka salah satu urusan hak
Adami manusia bisa terselesaikan secara baik. Sebagaimana dijelaskan bahwa
manusia itu akan dihadapkan pada hak dan kewajiban, yaitu dengan Allah dan
dengan manusia. Hal itulah yang menyebabkan ilmu mawaris atau faraid mempunyai
kedudukan yang sangat penting sehingga Al-Qur’an menjelaskan hal mawaris ini
secara terperinci. Bahkan hampir semua masalah pembagian harta warisan diatur
secara jelas dan terperinci dalam ayat-ayat al-Qur’an.
2.1.4
Dasar
Hukum dan Ayat-Ayat tentang Mawaris
Ilmu mawaris
termasuk ilmu syariah, yakni ilmu yang terkait dengan masalah ibadah dan
muamalah yang segala hukum dan tata caranya didasarkan pada syara’ (agama).
Sumber utama ilmu mawaris adalah al-Qur’an. Bahkan dalam al-Qur’an persoalan
mawaris dijelaskan secara rinci dalam Surah an-Nisa ayat 7-12 dan ayat 176, dan
sebagian diterangkan dalam surah lain.
Melihat
banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang secara terperinci menerangkan tentang
pembagian harta warisan, maka dapat dipahami bahwa masalah faraid (ilmu
mawaris) adalah sangat penting. Hal tersebut juga bisa dilihat dari salah satu
sabda Nabi Muhammad SAW yang meletakkan ilmu faraid sebagai salah satu dari
tiga pilar agama.
2.1.5
Hikmah
Mawaris
Hikmah khusus dari pembagian warisan adalah sebagai
berikut
1.
Upaya
meneruskan (mengganti) kedudukan mayat dalam martabat dan kemuliaan, karena
setiap orang pasti berusaha agar mendapatkan keturunan yang bisa menempati
kedudukan dan martabatnya apabila ia sudah meninggal.
2.
Terciptanya
rasa pengabdian, kasih sayang, dan persaudaraan di antara kerabat keluarga.
3.
Mengamalkan
ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah Rasul yang terkait dengan harta warisan
karena di dalam pengamalan tersebut terkandung nilai-nilai keadilan, kedamaian
dan kebersamaan di dalam keluarga sesuai dengan kodrat dan tanggung jawabnya.
Sebagaimana perbedaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan, adanya
hijab (penghalang), adanya asabah (sisa), dan lain-lain.
2.2 Sebab-Sebab
dan Halangan Waris Mewarisi
2.2.1
Sebab-Sebab
Waris Mewarisi
Seseorang tidak akan mempunyai hak waris
mewarisi kecuali adanya salah satu dari empat sebab di bawah ini.
a. Sebab Nasab (Hubungan Kerabat)
Seseorang akan
memperoleh warisan sebab adanya hubungan kerabat keluarga. Misalnya, seorang anak akan memperoleh harta warisan dari
bapak, dan sebaliknya. Seseorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya,
dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Bagi laki-laki ada
hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada
bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit
maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan” (Qs. an-Nisa’:7)
b. Sebab
Pernikahan yang Sah
Sebab pernikahan yang
sah yakni hubungan suami istri yang diikad oleh adanya akad nikah. Maka apabila
dari seorang suami istri meninggal dunia maka yang lain bisa mengambil harta
warisan dari yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Untuk kamu (suami) separuh dari harta
yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu” (Qs. an-Nisa’:12)
c. Sebab Wala’ (Memerdekakan Budak)
Seseorang yang memerdekakan budak apabila budak tersebut
meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris maka orang yang memerdekakan
tersebut berhak menerima harta peninggalan budak tersebut. Rasulullah SAW
bersabda:
“Wala’ itu sebagai
keluarga seperti keluarga karena nasab” (HR. Ibnu Hibban dan
Al-Hakim).
- Sebab Kesamaan Agama
Apabila ada orang islam
meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris (baik yang sebab nasab,
nikah, maupun wala’) maka harta warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul
mal untuk umat islam. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Saya adalah ahli waris bagi orang yang
tidak mempunyai ahli waris” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
2.2.2 Halangan Waris Mewarisi dan Dasar Hukumnya
Halangan waris mewarisi adalah seorang
ahli waris yang semestinya mendapatkan harta warisan tetapi terhalang karena
adanya sebab-sebab tertentu. Orang
tersebut disebut juga “Mamnu ‘ul Irtsy” (orang yang terhalang) atau disebut
“Mahjub bil Washfi” (terhalang karena adanya sifat tertentu).
Sifat yang menjadikan penghalang adalah sebagai berikut:
a. Pembunuh
Orang yang membunuh kerabat keluarganya
tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Sabda Nabi Muhammad
SAW:
”Tidak berhak
mendapatkan harta warisan sedikitpun seseorang yang membunuh” (HR. an-Nasa’i)
b. Budak
Seorang yang menjadi budak tidak berhak
untuk mendapatkan harta warisan dari tuannya. Tuannya juga tidak berhak untuk
mendapatkan harta warisan dari budaknya karena ia orang yang tidak memiliki hak
milik sama sekali. Sebagaimana firman Allah SWT:
”Allah telah
membuat perumpamaan seorang hamba yang dimiliki, yang tidak berkuasa atas
sesuatu” (Qs. an-Nahl:75)
c. Perbedaan Agama
Seorang islam tidak dapat mewarisi harta
warisan dari orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga
sebaliknya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
”Orang islam tidak
bisa mendapatkan harta warisan dari orang kafir, dan orang kafir tidak bisa
mendapatkan harta warisan dari orang islam” (HR. Bukhari Muslim)
2.2.3 Ahli Waris yang Tidak Bisa Gugur Haknya
Sebagaimana
keterangan diatas bahwa hak ahli waris untuk mendapatkan harta warisan
terkadang bisa terhalangi oleh adanya suatu sebab tertentu atau oleh adanya
ahli waris lain. Akan tetapi, ada beberapa ahli waris yang tidak bisa
terhalangi haknya meskipun semua ahli waris itu ada. Mereka adalah anak
laki-laki, anak perempuan, bapak, ibu, suami, istri.
2.3
Permasalahan Ahli Waris
Semua ahli waris, baik yang mendapatkan bagian tertentu
(dzawil furudl) maupun yang asabah (mendapatkan sisa), baik yang bisa
terhalangi (mahjub) maupun yang tidak bisa terhalangi secara global dapat
dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1 Ahli Waris
a. Ahli Waris
Laki-Laki ada 15, mereka adalah anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki
(terus ke bawah), bapak, kakek (bapak dari bapak atau terus ke atas), saudara
laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara perempuan seibu, anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah, paman atau saudara laki-laki sekandung dari bapak, paman atau
saudara laki-laki sebapak dari bapak, anak laki-laki dari paman sekandung dari
bapak, anak laki-laki dari paman sebapak saja dari bapak, suami serta tuan
laki-laki yang memerdekakan budak.
b. Ahli Waris
Perempuan ada 10, mereka adalah anak perempuan, cucu perempuan dari anak
laki-laki ke bawah, ibu, nenek (ibu dari bapak terus ke atas), nenek (ibu dari
ibu terus ke atas), saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak saja,
saudara perempuan seibu saja, istri, tuan perempuan yang memerdekakan budak.
2.3.2
Dzawil
Furudl dan Asabah
a. Dzawil furudl adalah orang-orang dari ahli
waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana disebut di atas, yang juga
disebut ”’Ashabul Furudl”.
Dzawil furudl dan
pendapatannya adalah sebagai berikut.
1. Yang mendapat
½ ada lima orang, mereka adalah sebagai berikut.
a. Suami, apabila tidak ada anak laki-laki atau
perempuan & cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
b. Anak perempuan, apabila ia hanya seorang diri
dan tidak ada anak laki-laki.
c.
Cucu perempuan dari anak laki-laki,
apabila hanya seorang diri dan tidak ada anak perempuan & cucu laki-laki
dari anak laki-laki.
d. Saudara perempuan sekandung, apabila hanya
seorang diri dan tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan, cucu laki-laki
atau cucu perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek (bapak dari bapak) &
saudara laki-laki sekandung.
e. Saudara perempuan sebapak, apabila hanya
seorang diri dan tidak ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek (bapak dari bapak), saudara
perempuan sekandung, saudara laki-laki sebapak.
2.
Yang
mendapat 1/6 ada 7 orang, mereka adalah sebagai berikut.
a. Bapak, apabila ada salah satu dari anak
laki-laki atau perempuan &cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
b. Kakek (bapak dari bapak) ketika bersama anak
laki-laki atau perempuan, dengan syarat tidak ada bapak & saudara laki-laki
atau perempuan sekandung atau seayah.
c. Ibu, apabila ada salah satu dari anak
laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
& saudara laki-laki atau perempuan yang lebih dari satu, baik
sekandung, sebapak saja maupun seibu
aja.
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki baik
seorang atau lebih, apabila bersama dengan anak perempuan dan tidak ada cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
e. Saudara perempuan sebapak, seorang atau lebih
ketika bersama seorang saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara
laki-laki sebapak.
f. Nenek, baik seorang atau lebih, baik nenek
dari ibu apabila ibu tidak ada atau nenek dari bapak apabila bapak tidak ada.
g. Saudara laki-laki atau perempuan seibu,
ketika seorang diri dan apabila tidak ada anak laki-laki atau perempuan, cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki, bapak & kakek (bapak dari
bapak).
b. Asabah
Menurut bahasa asabah adalah bentuk jama’
dari “ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat atau nasab.
Menurut syara’ asabah adalah orang-orang yang tidak mendapatkan bagian tertentu
(bukan dzawil furudl). Oleh sebab itu, orang yang termasuk asabah, mungkin akan
mendapatkan semua sisa ketika ia sendirian tidak bersama dzawil furudl dan akan
mendapatkan sebagian sisa ketika ia bersama dzawil furudl, atau tidak
mendapatkan sisa sama sekali karena sudah habis diambil oleh dzawil furudl. Namun
adakalanya asabah diterima oleh orang yang semula dzawil furudl, karena ada
ahli waris lain, berubah menjadi dzawil asabah.
Adapun
macamnya asabah itu ada tiga, yaitu sebagai berikut:
1)
Orang
yang menerima sisa harta warisan dengan sendirinya. Kerabat laki-laki yang
dipertalikan dengan yang meninggal dunia (si mayat) tanpa diselingi oleh orang
perempuan, mereka adalah bapak, kakek ke atas, anak laki-laki, cucu laki-laki
dari anak laki-laki ke bawah, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki
sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari
saudara laki-laki sebapak, paman (saudara laki-laki sekandung dari bapak), paman
(saudara laki-laki sebapak dari bapak), anak laki-laki dari paman sekandung
dari bapak, anak laki-laki dari paman sebapak saja dari bapak, tuan laki-laki
yang memerdekakan budak, tuan perempuan yang memerdekakan budak, anak laki-laki dari tuan laki-laki
yang memerdakakan budak.
2)
Asabah
bil ghair
Asabah bilghair
yaitu orang-orang yang mendapatkan sisa bagian harta warisan karena bersama
ahli waris laki-laki yang setingkat. Mereka itu adalah anak perempuan apabila
bersama anak laki-laki, cucu perempuan dari anak laki-laki apabila bersama cucu
laki-laki dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, apabila bersama
saudara laki-laki sekandung & saudara perempuan seayah, apabila bersama
saudara laki-laki seayah.
3)
Asabah
ma’al Ghair
Asabah ma’al ghair adalah ahli waris perempuan yang
mendapatkan sisa bagian harta warisan ketika bersama dengan ahli waris
perempuan lain (dalam garis lain). Mereka itu adalah saudara perempuan
sekandung apabila bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak
laki-laki & saudara perempuan seayah apabila bersama dengan anak perempuan
atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
2.3.3
Hubungan
antara Ahli Waris yang Dzawil Furudl dan yang Asabah
Sebagaimana
keterangan di atas, bahwa sebagian ahli waris yang termasuk dalam dzawil furudl
juga terdapat dalam ahli waris yang menerima asabah. Keterkaitan antara ahli
waris yang dzawil furudl dan yang asabah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Ahli waris yang hanya menjadi dzawil furudl saja, yaitu suami atau istri, saudara seibu laki-laki atau perempuan, nenek dari bapak, dan nenek dari ibu.
- Ahli waris yang hanya menjadi asabah saja, yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, cucu laki-laki dari anak laki-laki sekandung, cucu laki-laki dari anak laki-laki sebapak, saudara laki-laki sekandung sebapak, saudara laki-laki sebapak yang sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung bapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak bapak.
- Ahli waris ada yang terkadang menjadi dzawil furudl dan terkadang menjadi asabah. Mereka adalah anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak.
- Ahli waris yang terkadang menjadi dzawil furudl dan terkadang menjadi asabah dan juga terkadang menjadi dzawil furudl sekaligus menjadi asabah. Mereka adalah bapak, kakek (bapak dari bapak).
2.3.4
Hijab
Menurut bahasa
hijab berarti cegahan atau halangan. Menurut syara’ hijab adalah halangan bagi
seorang ahli waris untuk mendapatkan harta warisan, baik terhalang semuanya
atau sebagian harta, baik karena adanya ahli waris lain atau karena sebab-sebab
tertentu. Ahli waris yang kehilangan haknya tersebut disebut ”mahjub”, dan yang
menghalangi disebut ”hajib”.
Terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan hak harta
warisan itu ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
1.
Terhalang
karena adanya sifat atau sebab tertentu. Sebab itu adalah pembunuh, budak, dan
perbedaan agama.
2.
Terhalang
karena adanya ahli waris lain.
3.
Terhalang
tidak mendapatkan harta warisan karena kehabisan harta warisan tersebut oleh
sejumlah ahli waris lain.
4.
Terhalang
dengan berkurangnya bagian semestinya. Seorang ahli waris bagiannya akan
terkurangi karena adanya ahli waris lain.
2.3.5
Ahli
Waris dan Bagian-Bagiannya
1.
Anak
laki-laki menjadi ashabah binafsih.
2.
Anak
laki-laki dari anak laki-laki (cucu) sebagai asabah ketika tidak ada anak
laki-laki. Mahjub ketika ada anak laki-laki atau anak laki-laki dari anak
laki-laki yang lebih dekat.
3.
Bapak
dapat menerima 1/6 ketika ada anak, asabah ketika tidak ada anak atau 1/6 dan
asabah ketika bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak
laki-laki.
4.
Kakek
(bapak dari bapak) dapat menerima 1/6 ketika ada anak, asabah ketika tidak ada
anak atau bapak, 1/6 dan asabah ketika bersama anak perempuan atau anak
perempuan dari anak laki-laki, atau mahjub ketika ada bapak.
5.
Saudara
laki-laki sekandung sebagai asabah ketika tidak ada orang yang
menghalang-halangi yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki
atau bapak.
6.
Saudara
laki-laki sebapak dapat menerima asabah ketika tidak ada yang menghalang-halangi,
yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki, bapak, saudara
laki-laki sekandung atau saudara perempuan sekandung ketika bersama anak
perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
7.
Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung dapat menerima asabah ketika tidak
ada yang menghalang-halangi, yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak
laki-laki, bapak dan kakek atau saudara laki-laki sekandung dan saudara
laki-laki sebapak.
8.
Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dapat menerima asabah ketika tidak ada
yang menghalang-halangi, yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak
laki-laki, bapak dan kakek, saudara laki-laki sekandung dan saudara laki-laki
sebapak atau anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
9.
Paman
sekandung (saudara laki-laki bapak sekandung) dapat menerima asabah ketika
tidak ada yang menghalang-halanginya, yaitu semua yang menghalangi anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak atau anak laki-laki dari saudara
laki-laki sebapak itu sendiri
10. Paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak) dapat
menerima asabah apabila tidak ada yang menghalang-halangi yaitu semua yang
menghalang-halangi paman sebapak dan paman sekandung sendiri.
11. Anak laki-laki paman sekandung dapat menerima asabah
ketika tidak ada yang menghalang-halangi yaitu semua yang menghalang-halangi
paman sebapak dan paman sebapak itu sendiri.
12. Anak laki-laki paman sebapak dapat menerima asabah ketika
tidak ada yang menghalang-halangi, yaitu semua yang menghalang-halangi anak
laki-laki paman sekandung dan anak laki-laki paman sekandung sendiri.
13. Suami dapat menerima ½ ketika tidak ada anak atau anak
dari anak laki-laki atau ¼ ketika bersama anak atau anak dari anak laki-laki
(anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan, anak
perempuan dari anak laki-laki).
14. Saudara laki-laki seibu dapat menerima 1/6 ketika
sendirian, 1/3 ketika 2 orang atau lebih dan tidak ada yang menghalang-halangi
atau mahjub ketika bersama anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki,
anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, bapak, dan kakek.
15. Laki-laki yang memerdekakan budak dapat menerima asabah
ketika tidak ada asabah dari yang senasab.
16. Anak perempuan dapat menerima ½ ketika sendirian dan
tidak ada anak laki-laki, 2/3 ketika dua orang atau lebih dan tidak ada anak
laki-laki atau asabah ketika bersama anak laki-laki.
17. Anak perempuan dari anak laki-laki dapat menerima ½
ketika sendirian dan tidak ada anak dan juga tidak ada anak laki-laki dari anak
laki-laki, 2/3 ketika dua orang lebih dan tidak ada anak juga tidak ada anak
laki-laki dari anak laki-laki, 1/6 ketika bersama anak perempuan dan tidak ada
anak dan juga tidak ada anak laki-laki dari anak laki-laki, asabah ketika
bersama dengan anak laki-laki dari anak laki-laki atau mahjub ketika bersama
dengan anak laki-laki, dua anak perempuan lebih kecuali kalau anak perempuan
dari anak laki-laki tersebut bersama dengan anak laki-laki dari anak laki-laki.
18. Isteri satu atau lebih dapat menerima ¼ ketika tidak ada
anak atau anak dari anak laki-laki atau 1/8 apabila bersama dengan anak atau
anak dari anak laki-laki (anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki,
anak perempuan, dan anak perempuan dari anak laki-laki).
19. Nenek (ibu dari ibu) dapat menerima 1/6 ketika tidak ada
ibu atau mahjub ketika bersama ibu atau bersama dengan nenek dari ibu yang
lebih dekat.
20. Nenek dari bapak (ibu dari bapak) dapat menerima 1/6
ketika tidak ada ibu atau bapak atau mahjub ketika ada ibu atau bapak atau
nenek yang lebih dekat.
21. Ibu dapat menerima 1/3 ketika tidak ada anak atau anak
dari anak laki-laki dan juga tidak ada
dua saudara atau lebih, 1/6 apabila bersama anak atau anak dari anak laki-laki
atau ketika ada dua saudara atau lebih atau1/3 sisa ketika bersama bapak dan salah satu suami
atau istri.
22. Saudara perempuan sekandung dapat menerima ½ ketika
sendirian dan tidak bersama dengan saudara laki-laki sekandung, 2/3 ketika dua
orang atau lebih dan tidak ada saudara laki-laki sekandung, asabah ketika
bersama dengan saudara laki-laki sekandung atau anak perempuan atau anak perempuan
dari anak laki-laki atau mahjub ketika bersama anak laki-laki, anak laki-laki
dari anak laki-laki dan bapak.
23. Saudara perempuan sabapak dapat menerima ½ apabila
sendirian dan tidak ada saudara laki-laki sebapak dan juga tidak ada saudara
perempuan sekandung, 2/3 ketika dua orang atau lebih dan tidak ada saudara
laki-laki sebapak, 1/6 ketika bersama dengan saudara perempuan sebapak yang
sendirian atau mahjub ketika bersama anak laki-laki, anak laki-laki dari anak
laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung
ketika bersama anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
24. Saudara perempuan seibu dapat menerima 1/3 ketika dua
orang atau lebih, 1/6 ketika sendirian, mahjub ketika bersama anak laki-laki,
anak perempuan, anak laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan dari anak
laki-laki, bapak dan kakek.
BAB III
PENUTUP
Mawaris adalah
ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pustaka bagi
ahli waris menurut hukum islam. Ahli waris ialah sekumpulan orang atau kerabat yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan orang yang meninggal dunia dan berhak mewarisi atau
menerima harta peninggalan orang yang meninggalkan.
Sedangkan pengertian
hukum kewarisan ialah: Himpunan
aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi
harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli
waris, berapa perolehan masing-masing secara adil dan sempurna. Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagaimana yang diungkapkan oleh Wirjono
Prodjodikoro, mantan Ketua Mahkamah Republik Indonesia: Bahwa hukum waris ialah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang
mengatur tentang apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain
yang masih hidup.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Hasan, Al-faraa-idl. Persatuan Islam
Bangil 1958.
Hazairin.
Hukum Kewarisan Bilateral menurut Qur’an
dan Hadist. Jakarta: Tintamas.
Hazairin. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta:
Tintamas.
K. Lubis, Suhrawardim dan Simanjuntak, Komis. 2008. Hukum Waris Islam. Edisi ke-2. Jakarta: Sinar Grafika.
Perangin, Effendi. 2003. Hukum Waris. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Ramulyo, M. Idris. 2004. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-umdang Hukum Perdata.
Jakarta: Sinar Grafika.
Sajuti
Thalib. 1980. Receptio a Contrario
(Hubungan Islam dengan Hukum Adat). Jakarta:
Academica.
Wirjono
Prodjodikoro. Hukum Warisan di Indonesia. Bandung: Van Hoeve.
BIOGRAFI
1. Nama : Meiga Suraidha
NIM :
0610050112
Alamat : Jl. RE. Martadinata Gg. Tawes No.15 Rt 01/ Rw 05 Karangasem Selatan
TTL :
Batang, 7 Mei 1992
Asal Sekolah : SMA N 1 Batang
Hobi :
Menyanyi dan membaca
Kata – kata mutiara : Orang yang meminta maaf tidak akan membuat
orang itu menjadi tinggi ataupun rendah dan yang memaafkan maka hatinya sangat
mulia
2. Nama : Kristalina Kismadewi
NIM : 0610050212
Alamat :
Perum Kwayangan Jl. Amarta 1 No. 73
Kedungwuni, Pekalongan.
TTL : 03 Januari 1994
Asal Sekolah : SMAN
1 Kedungwuni
Hobi : Mendengarkan musik
Kata – kata mutiara : Orang yang kuat bukan mereka yang selalu
menang namun dia tetap tegar saat menerima kekalahan
3. Nama : Kurnia Setyo Putri
NIM : 0610050512
Alamat : Klunjukan RT 02/ RW 07
Kec.Sragi Kab.Pekalongan
TTL : Pekalongan, 05 januari 1992
Asal Sekolah :
SMK Negeri 1 Kedungwuni
Hobi : Membaca dan mendengarkan musik
Kata – kata mutiara : Jadilah orang seperti padi makin berisi
makin merunduk, dimana makin berilmu maka semakin rendah hati
4. Nama : Edi Raharjo
NIM :
0610050611
Alamat :
Dk.Gadangan
Ds.Ujungnegoro,Kec.Kandeman Kab.Batang
TTL :
Batang, 24 Juli 1991
Asal Sekolah : SMK Bhakti
Praja Batang
Hobi :
Gemmers,raffting
Kata – kata mutiara : Terus bermimpi sebelum semuanya tercapai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar