BAB
I
Pendahuluan
1.1.Latar
Belakang
Perasaan dan
emosi pada umumnya di sifatkan sebagai keadaan (state) yang ada pada individu
atau organisme pada sesuatu waktu. Misal seseorang merasa sedih, senang, takut,
marah ataupun gejala-gejala yang lain setelah melihat, mendengar atau merasakan
sesuatu. Dengan kata lain perasaan dan emosi disifatkan sebagai suatu keadaan
kejiwaan pada organisme atau individu sebagai akibat adanya peristiwa atau
persepsi yang di alami oleh organisme. Pada umumnya peristiwa atau keadaan
tersebut menimbulkan kegoncangan-kegoncangan dalam diri organisme yang
bersangkutan.
Emosi pada
umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, sehingga emosi berbeda
dengan mood. Mood atau suasana hati pada umumnya berlangsung dalam waktu yang
relatif lebih lama daripada emosi, tetapi intensitasnya kurang apabila
dibandingkan dengan emosi. Apabila seseorang mengalami marah (emosi), maka
kemarahan tersebut tidak segera hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung
dalam jiwa seseorang (ini yang di maksud dengan mood) yang akan berperan dalam diri orang yang bersangkutan. Namun
demikian ini juga perlu dibedakan dengan temperamen. Temperamen aalah keadaan
psikis seseorang yang lebih permanen daripada mood karena itu temperamen lebih
merupakan prediposisi yang ada pada diri seseorang, dan karena itu temperamen
lebih merupakan aspek kepribadian seseorang apabila di bandingkan dengan mood.
1.2.Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang dapat di rumuskan masalah di antaranya:
1.
Apa
yang di maksud dengan perkembangan emosi?
2.
Apa
saja macam-macam emosi?
3. Bagaimana
terjadinya (proses) perkembangan emosi pada manusia?
1.3.Tujuan
penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
menambah wawasan mengenai perkembangan emosi.
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis dari emosi.
3. Untuk
mengetahui perkembangan emosi sejak bayi sampai remaja.
4. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah psikologi perkembangan.
BAB II
Landasan Teoritis
2.1 Pengertian Emosi
Pada
umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu ,
yaitu perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau perasaan tidak senang yang selalu menyertai perbuatan
kita sehari-hari disebut warna efektif, warna efektif ini kadang-kadang kuat,kadang-kadang lemah
atau samar-samar saja. Dalam warna efektif yang kuat, maka perasaan-perasaan
menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah.Perasaan-perasaan seperti
ini disebut emosi. Beberapa macam emosi yaitu: gembira, bahagia, semu, terkejut,
benci, senang, sedih, was-was dan sebagainya.
2.2 Teori-teori Emosi
Ada dua macam pendapat tentang terjadinya emosi yaitu:
1.
Pendapat
yang nativistik mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak
lahir.
2.
Pendapat
yang empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses
belajar.
Salah satu penganut paham nativistik adalah RENA
DESCARTES (1596-1650).Ia mengatakan bahwa sejak lahir manusia telah mempunyai
enam emosi dasar yaitu;
1.
Cinta
2.
Kegembiraan
3.
Keinginan
4.
Benci
5.
Sedih
6.
Kagum
Teori emosi yang
lain adalah teori kepribadian, menurut pendapat atau teori ini ialah bahwa
emosi merupakan suatu aktivitas pribadi. Di mana pribadi ini tidak dapat
dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah.
Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian teori ini
dikemukakan oleh J. Linchoten.
Berdasarkan uraian diatas teori-teori emosi merupakan
bawaan dari lahir dan berkembang sesuai proses perkembanganya. Serta emosi
merupakan suatu aktivitas yang meliputi pola perubahan-perubahan kejasmanian.
2.3 Perkembangan Emosi
Menurut
Chaplin
Emosi adalah
sebuah istilah yang sudah popular,namun maknanya sacara tepat masih
membingungkan, baik di kalangan ahli psikologi maupun ahli filsafat. Oleh sebab
itu kalau rumusan para psikolog tentang emosi sangat bervariasi sesuai dengan
orientasi teoritisnya yang berbeda-beda. Dan juga terdapat persesuaian umum
bahwa keadaan emosional merupakan suatu reaksi kompleks yang mengait satu
tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam,serta dibarengi
perasaan yang kuat ,atau disertai keadaan afektif.
Menurut Golamen
Istilah
emosi merujuk pada”a feeling and its
distict give thoughts , psychological and biological states , and range of
propensities to act”
“Perasaan dan wilayah
berfikir, keadaan psikologi dan biologi, dan berbagai kecenderungan untuk
bertindak”
Menurut Morgan,King dan Robinson
Mendefinisikan
emosi sebagai “A subjective feeling state
,often accompanied by facial and bodily expressions, and having arousing and
motivating properties”
“Wilayah
berfikir yang sering disertai dengan ekspresi wajah dan tubuh yang
membangkitkan serta memotivasi .
Berdasarkan
uraian diatas perkembangan emosi dapat diartikan sebagai perasaan dan afeksi
yang melibatkan kombinasi antara gejolak fisiologi (seperti denyut jantung yang
cepat) dan perilaku yang tampak (seperti senyum atau ringisan).
2.4 Penggolongan Emosi
Emosi
digolongkan menjadi beberapa macam yaitu:
1. Emosi
yang sangat mendalam
Misalnya, sangat marah atau sangat takut menyebabkan
aktvitas badan sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh aktif.Dalam keadaan
seperti ini sukar menentukan apakah seseorang itu sedang takut atau sedang
marah.
2.
Penghayatan
Satu orang yang dapat menghayati satu macam emosi dengan
berbagai cara .Misalkan ,kalau marah seorang akan gemetar ditempat, tetapi lain
kali ia mamaki-maki, atau mungkin lari.
3.
Nama
emosi
Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi
biasanya didasarkan oleh sifat rangsangannya,bukan pada keadaan emosinya
sendiri. Jadi “takut” adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya yang
menjengkelkan.
4.
Pengenalan
emosi
Pengenalan emosi secara subjektif dan introspektif,sukar
dilakukan karena selalu saja ada pengaruh dari lingkungan.
Berdasarkan
uraian diatas emosi dapat di golongkan sebagai emosi yang mendalam, penghayatan,
nama emosi, dan pengenalan emosi.
2.5 Pertumbuhan Emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga
pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar
seperti seorang
bayi yang baru lahir dapat menangis,tetapi ia harus mencapai ringkas kematangan
tertentu untuk dapat tertawa, setelah anak itu sudah lebih besar,maka ia akan
belajar bahwa menangis dan tertawa dapat digunakan untuk maksud – maksud
tertentu atau untuk situasi tertentu.
Pada bayi yang baru lahir,emosi yang nyata adalah
kegelisahan yang tampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis
meronta.Tiga bulan kemudian baru tampak perbedaan.Pada saat ini terdapat dua
eksminitas,yaitu rasa tertekan atau terganggu dan rasa senang atau
gembira.Senang atau gembira, merupakan perkembangan emosi lebih lanjut yang
tidak terdapat pada waktu lahir.Pada usia lima bulan, marah dan benci mulai
dipisahkan dari rasa tertekan atau terganggu. Usia tujuh bulan mulai tampak
perasaan takut. Antara usia 10-12 bulan perasaan bersemangat dan kasih sayang
mulai terpisahkan dari rasa senang.Makin besar anak itu,makin besar pula
kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan emosinya makin
rumit.Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi sampai satu
tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak di tentukan oleh
proses belajar.
Pengaruh kebudayaan besar sekali terhadap perkembangan
emosi, karena dalam tiap-tiap kebudayaan diajarkan cara menyatakan emosi yang
konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga ekspresi
tersebut dapat dimengerti oleh orang – orang lain dalam kebudayaan yang sama.
Klineberg pada tahun(1933)menyelidiki literature-literatur Cina dan mendapatkan
berbagai bentuk ekspresi emosi yang berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia
Barat.
Ekspresi-ekspresi itu antara lain:
1.
Menjulurkan
lidah kalau keheranan .
2.
Bertepuk
tangan kalau kuatir.
3.
Menggaruk
kuping dan pipi kalau bahagia.
Berdasarkan uraian diatas pertumbuhan emosi pada bayi
menimbulkan ekspresi- ekspresi seperti: menjulurkan lidah kalau keheranan,
bertepuk tangan kalau kuatir, dan menggaruk kuping atau pipi kalau bahagia.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Pola
Perkembangan Emosi
Pada
waktu bayi lahir dan beberapa saat sesudah lahir, gejala tingkah laku emosional
masih merupakan kegairahan umum yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat.
Belum terlihat petunjuk yang jelas tentang adanya pola emosional yang dapat
menunjukan keadaan emosional tertentu. Akan tetapi seringkali sebelum masa anak
terakhir telah tampak perbedaan-perbedaan gerakan dalam bentuk reaksi yang
sederhana yang menunjukan kesenangan atau ketidaksenangan. Respon yang tidak
menyenangkan ditimbulkan oleh pergantian letak bayi dengan penglihatan
tiba-tiba, suara keras yang tiba-tiba, gerakan-gerakan bayi yang terlambat,
popok yang basah, dan benda-benda dingin yang disentuhkan pada kulit bayi.
Rangsangan-rangsangan yang demikian akan mengakibatkan bayi menangis. Respon
yang menyenangkan, sebaliknya dapat ditimbulkan melalui mengayun si anak,
membelainya, kehangatan dan mengusap. Bayi memperlihatkan kesenangannya dengan
membuat badannya sesantai mungkin.
Perbedaan-perbedaan yang sederhana ini yang muncul segera setelah
kelahiran, bayi mengembangkan pola-pola emosi tertentu yang segera dapat
terlihat dalam tingkah lakunya. Malah sebelum akhir tahun pertama dari
kehidupannya, ekspresi dapat dipersamakan dengan keadaan emosional pada orang
dewasa. Semakin bertambah umur anak, ia akan memperlihatkan pengulangan respons
emosionalnya yang semakin meningkat yang dikenal oleh orang dewasa sebagai
gembira, marah, takut, cemburu, bahagia, ingin tahu, iri, dan benci.
Bentuk-bentuk tingkah laku emosional ini dapat ditimbulkan oleh berbagai macam
rangsangan yang luas, termasuk manusia, benda dan situasi yang pada mulanya
tidak berpengaruh.
Pada
saat anak dilahirkan tidak terdapat emosi-emosi yang menyenangkan yang ada
hanyalah rasa atau keadaan tenang. Selama dua bulan pertama rasa tenang dan
ketidaksenangan muali tampak sebagai reaksi terhadap rangsangan fisik. Pada
bulan ketiga, rasa senang ditimbulkan oleh rangsangan psikologi, sebagaimana
terlihat dalam senyuman, bayi sebagai respons terhadap wajah-wajah manusia. Tak
lama kemudian, rasa tidak senang dapat ditimbulkan oleh rangsangan psikologi
maupun rangsangan fisik, sebagaimana yang terlihat dalam reaksi bayi bila
ditinggalkan seorang diri.
Setelah
usia enam bulan, emosi-emosi negative mulai menonjol. Pertama-tama ialah rasa
cemas, dua bulan kemudian emosi menguasai terhadap benda permainan muncul,
antara bulan kesembilan dan kesepuluh, rasa cemburu mulai timbul; dan antara
bulan kesepuluh dan kedua belas, rasa kecewa, marah, cinta, simpati, keramahan,
kegembiraan, dan rasa memiliki sesuatu, semuanya ini sudah dapat
dibeda-bedakan. Walaupun terdapat variasi antara anak yang satu dengan anak
yang lain, akan tetapinya polanya tetap sama.
Berdasarkan
pembahasan diatas bahwa pola perkembangan emosi adalah tahapan-tahapan
perubahan emosi pada manusia yang terjadi pada setiap fase. Perubahan ini dapat
berupa perubahan tingkah laku emosional yang timbul akibat adanya rangsangan
dari dalam tubuh maupun sikap yang ditimbulkan oleh orang lain serta
benda-benda disekitarnya. Perubahan yang terjadi dapat menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
3.2.
Jenis-jenis
emosi yang umum terjadi pada masa anak-anak
3.2.1. Takut
Adanya rasa takut pada anak-anak adalah baik
selama rasa takut itu tidak terlalu kuat dan hanya merupakan peringatan
terhadap bahaya. Sayangnya, kebayakan anak-anak belajar takut terhadap fisik dan mentalnya terganggu. Bila
hal-hal yang tidak berbahaya, dan rasa takut ini menjadi penghambat terhadap
tindakan yang mungkin sekali sangat berguna ataupun menyenangkan. Lebih gawat
lagi, banyak anak-anak yang menyebabkan berbagai macam rasa takut yang kuat
dalam dirinya sehingga kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Apabila tidak
ada penyaluran yang memuaskan bagi ketegangan – ketegangan emosional ini, maka
kesehatan anak akan terganggu, pandangan hidupnya akan tercemar, dan
penyesuainnya terhadap sesama manusia tidak menguntungkan. Dengan demikian rasa
takut menjadi penghalang bagi anak, yang seharusnya rasa takut tersebut
merupakan peringatan tehadap kemungkinan bahaya.
3.2.2. Cemas
Cemas
ialah suatu bentuk rasa takut yang
bersifat khayalan. Jadi bukan rasa takut yang disebabkan stimulus dari
lingkungan anak. Kecemasan ini mungkin datangnya dari situasi-situasi yang
diimajinasikan akan terjadi. Tapi dapat pula asalnya dari buku-buku, film, komik,
radio ataupun cara-cara rekreasi populer lainnya. Oleh karena rasa cemas ini
disebabkan oleh imajinasi atau khayalan bukan dari stimulus nyata, karena ia
tidak terdapat pada anak-anak pada usia muda. Kecemasan dapat terjadi bila anak
telah mencapai tingkat perkembangan intelektual di mana ia bisa berimajinasi
tentang hal-hal yang secara langsung tidak ada di hadapannya.
3.2.3. Marah
Marah
merupakan reaksi emosional yang lebih sering terjadi pada masa anak-anak oleh
karena:
1. Lebih banyak stimulus yang
menimbulkan kemarahan dalam kehidupan anak daripada stimulus yang menimbulkan
rasa takut.
2. Banyak anak-anak yang pada usia muda
telah menemukan bahwa marah merupakan cara yang baik untuk mendapatkan
perhatian atau memuaskan keinginannya.
Anak yang lebih tua lebih banyak
mengalami ketegangan emosional sebagai akibat frustasi ( bosan) dibandingkan
dengan anak usia muda. Frustasi ialah perasaan ketidakberdayaan, kekecewaan,
ketidakmampuan, atau kecemasan yang kuat yang terjadi bila suatu keinginan atau
dorongan terhambat.
3.2.4. Cemburu
Cemburu merupakan respons yang normal
terhadap kehilangan nyata atau ancaman terhadap kehilangan kasih sayang.
Cemburu adalah kelanjutan dari marah yang menimbulkan sikap benci atau dendam
yang ditujukan terhadap orang, sedangkan marah apat ditujukan terhadap orang,
diri sendiri,ataupun benda-benda. Dalam cemburu sering terdapat kombinasi
antara marah dan takut. Orang yang cemburu merasa tidak yakin atau tidak aman
dalam hubungannya dengan orang yang di cintai atau dikasihinya dan ia merasa
takut kehilangan kedudukannya atau statusnya dalam kasih sayang orang yang dicintainya itu. Apa yang
menyebabkan orang cemburu dan bagaimana bentuk kecemburuannya banyak
dipengaruhi oleh pendidikannya dan perlakuan yang diterimanya dari orang lain,
tidak hanya pada masa kanak-kanak tetapi sepanjang hidupnya. Puncak kecemburuan
datang pada umur tiga dan empat tahun.
3.2.5. Kegembiraan,
kesenangan, dan kenikmatan
Kegembiraan dalam bentuknya yang lebih
lunak dikenal sebagai ketenangan, kenikmatan atau kebahagiaan, merupakan emosi
yang positif oleh karena individu yang mengalaminya tidak melakukan usaha untuk
menghilangkan situasi yang menimbulkannya. Ia menerima situasi tersebut atau
berusaha untuk mempertahankannya karena hasil yang menyenangkan yang
diperolehnya. Situasi – situasi ini yang menimbulkan kegembiraan yang berbeda
dari usia ke usia.
3.2.6. Kasih
sayang
Kasih sayang atau cinta
adalah reaksi emosional yang ditujukan terhadap seseorang atau suatu benda.
Kasih sayang anak terhadap orang lain terjadi secara spontan dapat ditimbulan
oleh suatu stimulasi sosial yang minim sekalipun. Namun, belajar memainkan
peranan yang penting dalam menentukan orang-orang tertentu atau objek-objek
tertentu terhadap siapa anak menaruh kasih sayang atau cintanya. Kasih sayang
atau cinta itu diperoleh anak melalui belajar, bukan di bawa dari lahir, maka
cintanya terhadap anggota keluarganya atau terhadap orang lain yang tidak
mempunyai tali persaudaraan dengannya tergantung pada bagaimana mereka
memperlakukannya dan apakah hubungannya merupakan pengalaman yang menyenagkan.
3.2.7. Ingin
tahu
Minat terhadap
lingkungan sangat terbatas selama usia dua atau tiga bulan pertama dari
kehidupan kecuali dalam stimulus yang kuat ditujukan terhadap si bayi setelah
usia itu, apa saja yang baru atau aneh baginya, pasti akan menimbulkan rasa
ingin tahunya. Hal ini mendorongnya untuk melakukan eksplorasi sampai rasa
ingin tahunya terpuaskan. Minatnya tidak hanya terbatas pada objek-objek materi
dalam lingkungannya.
Tekanan sosial, dalm
bentuk teguran dan hukuman, mencegahnya untuk memuaskan rasa ingin tahunya
melalui eksplorasi langsung. Oleh karenanya, segera ia dapat berbicara, ia
mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang menimbulkan rasa
ingin tahunya. “masa bertanya” dimulai pada usia tiga tahun dan mencapai
puncaknya pada kurang lebih usia enam
tahun, di mana anak mulai masuk sekolah dan menerima pendidikan formal. Bila ia
telah cukup matang untuk membaca dengan lancar, maka ia akan mmenemukan bahan
rasa tahunya dapat dipuaskan melalui membaca tentang hal-hal yang selama ini
pemecahannya tidak diperolehnya melalui eksplorasi langsung atau bertanya. Terdorong
oleh keinginan untuk bereksplorasi, anak usia delapan atau sembilan tahun
banyak menghabiskan waktunya untuk membaca.
Meskipun emosi itu
sedemikian kompleksnya, namun Daniel Goleman(1995) sempat mengidentifikasi
sejumlah kelompok emosi, yaitu:
1. Amarah,
di dalamnya meliputi beringas, mangamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal
hati, terganggu, rasa pahit, berang,
tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan.
2. Kesedihan,
di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.
3. Rasa
takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan
takut sekali, sedih, waspada,tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan phobia.
4. Kenikmatan,
di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur,
bangga, kenikmatan inderawi, takjub, terpesona, puas,rasa terpenuhi, girang,
senang sekali, dan mania.
5. Cinta,
di dalamnya meliputi penerimaan, perrssahabatan, kepercayaan, kebaikan, hati,
rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, takjub, terpesona.
6. Terkejut,
di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.
7. Jengkel,
di dalamnya meliputi hina, jijik, muak,benci, tidak suka, dan mau muntah.
8. Malu,
di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib,
dan hancur lebur.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa emosi pada manusia sangat beragam
jenisnya. Munculnya emosi pun bermacam-macam ada yang muncul secara sepontan
atau tiba-tiba ada juga yang muncul karena seorang anak memang sudah pada
waktunya mengalami atau merasakan emosi tersebut sesuai dengan perkembangan
usia.
3.3.
Fase
Perkembangan
Perkembangan
emosi terbagi dalam beberapa fase yaitu:
3.3.1.
Fase Bayi.
Perkembangan dan pertumbuhannya bayi akan belajar
bagaimana berbicara selain dengan tangisan ataupun senyuman, yaitu lewat
kata-kata.
Perkembangan
bahasa pada bayi diantaranya:
1. Bayi
0-1 bulan
Pada usia ini bayi anda akan mengkomunikasikan segala
sesuatunya lewat tangisan mereka, tetapi terkadang mereka juga mengeluarkan
suara lain selain tangisan. Bayi mulai berkembang untuk mengenali suara tertentu
saja, seperti suara musik yang sering mereka dengar ataupun suara lain yang
familiar buat mereka. Bayi akan memalingkan pandangannya pada suara yang mereka
kenali, dan memberikan respon yang positif saat diajak berbicara.
2. Usia
1-4 bulan
Bayi akan menggunakan beberapa jenis suara yang bisa
dibedakan dan memerhatikan bahasa tubuh orang di sekitarnya. (mulai usia 2
bulan) Kemampuan mendengar bayi semakin meningkat, mulai mengeluarkan suara
tertentu (berceloteh, misalnya aah.. uuh..) dalam komunikasinya dengan orang
yang sudah mereka kenal, contohnya pada saat pengasuhnya bicara atau tersenyum
kepada mereka.(mulai usia 3 bulan) Bayi akan membuat suara-suara untuk menarik
perhatian (mulai usia 4 bulan) Bayi akan menangis ketika mereka membutuhkan
sesuatu. Bayi mulai tertawa dan tersenyum, terlebih bila dihibur. Bayi dapat
menghubungkan suara dengan objek tertentu dan juga dengan gerak badan.
Maksudnya mereka sudah mulai dapat mengasosiasikan pola suara dengan suatu benda
serta pola suara dengan gerak tubuh.
3. Usia
4-8 bulan
Bayi mulai memakai tiga atau empat ocehan dan
mengombinasikan beberapa huruf hidup dan huruf mati misalnya nanana (mulai usia
5 bulan) Bayi mengeluarkan lebih banyak huruf hidup dan mati seperti k, f, v,
ka, da, ma (mulai usia 6 bulan). Bayi mulai merespon saat diajak berbicara
langsung. Bayi juga semakin paham dengan berbagai nada suara seperti suara
terkejut, senang, serius, dan lainnya (mulai usia 7 bulan). Bayi semakin sering
mengulangi suara yang sama berulang-ulang, contohnya suku kata yang sering
didengar (mulai usia 8 bulan). Bayi mulai menggumam dengan irama tertentu.
Mulai mengenali nama mereka (panggilan mereka). Bayi sudah mulai dapat
mengucapkan satu kata tertentu, meskipun masih belum terlalu jelas. Bayi mulai
meniru suara tertentu (bukan meniru pembicaraan), seperti mengecap-ecap bibir
atau mencoba membunyikan lidah (tongue clicking).
4. Usia
8-12 bulan
Bayi mulai meniru apa yang diucapkan ibu atau pengasuhnya
Bayi mengucapkan kata pertamanya (biasanya sekitar usia 9 bulan). Bayi
mendengarkan dengan seksama ketika Anda berbicara, dan sudah mulai mengerti
arti perintah sederhana seperti “ayo kesini”. Bayi dapat mengucapkan satu atau
dua kata secara konsisten (meskipun belum terlalu jelas). Bayi dapat menunjuk
satu gambar dalam buku. Bayi dapat mengungkapkan setuju atau tidak dengan
menganggukkan atau menggelengkan kepala mereka. Bayi mulai menyadari nama
pengasuhnya dan akan bereaksi ketika nama pengasuhnya disebut atau dipanggil.
Bayi mulai dapat berinteraksi secara verbal dengan pengasuhnya. Bayi dapat
menggunakan tiga atau empat kata untuk menamai benda yang sudah dikenalnya,
misalnya guguk untuk anjing.
3.3.2.
Fase Kanak-kanak
Menginjak
usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar
tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi
diperoleh dari meniru dan latihan. Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua
dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak berkembang
dalam lingkungan keluarga yang suasana emosianalnya stabil maka perkembangan
emosi anak cenderung stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap
perkembangna usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu,iri hati, kasih
sayang, rasa ingin tahu kegembiraan, cemas, phobi. Berdasarkan uraian diatas
ada hal-hal yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak yaitu:
1. Elemen-elemen
sosial dari bermain
Selama masa
persekolahan, banyak anak yang mulai mengadakan hubungan dekan dengan orang-orang non keluarga, pada
saat anak-anak menjelajahi dunia persekolahan ada peralihan pola bermain anak,
dari permainan soliter ke permainan parallel, yaitu anak berdekatan dengan orang-orang
lain ketika mereka bermain.
2. Otonomi
dan inisiatif yang berkembang
Anak-anak persekolahan
yang awalnya hanya memperhatikan kebutuhan dan keinginan sendiri dengan
ketergantungan yang kuat pada pemeliharaan keluarga beralih ke tingkat
kemandirian yang lebih tinggi dan penguasaan terhadap lingkungan. Menurut
Erikson, anak prasekolah dalam perkembagan sosialnya berada pada peralihan dari
tahap “otonomi vs malu-malu dan ragu-ragu” ke tahap “inisiatif vs rasa
bersalah”.
3. Perasaan
tentang diri (self)
Pada saat berinteraksi
dengan orang lain, anak prasekolah mengembangkan perasaan tentang dirinya atau
sering disebut konseo diri., anak akan mengembangkan self-esteem (penghargaan diri), yaitu perasaan tentang seberapa
dirinya mereka berharga, meliputi bidang perestasi akademik, keterampilan
sosial, dan penampilan fisik mereka. Anak-anak dengan self-esteem positif biasanya percaya diri, berprestasi, mandiri dan
ramah; sedangkan anak dengan self-esteem
negative digambarkan sebagai anak yang ragu-ragu,tidak mampu tergantung dan
menarik diri.
4. Konflik
sosial
Apabila
seorang anak tidak dapat mengatasi konflik sosial secara verbal. Maka ia akan
beralih menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasinya. Dalam hal ini, pendidik
perlu membantu anak bagaimana cara mengungkapkan perasaanya secara verbal, dan
mengatasi konflik sosial yang ada secara verbal pula. Misal ”harap jangan
mengambil balok biru itu dari tas saya, saya membutuhkanya untuk membuat
bangunan rumah”. Prilaku sosial terlihat apabila anak menunjukkan empati atau
alturisme. Anak-anak prasekolah sering menunjukkan prlaku agresif untuk
mempertahankan mainanya.
5.
Ketakutan-ketakutan
anak
Sejak dini, anak
kecil sudah mampu merasakan dan mengekspresikan emosinya, seperti: senang,
marah, susah, dan takut. Pada
tahun-tahun berikutnya anak mengalami emosi lain seperti malu, rasa bersalah,
dan bangga. Pada masa prasekolah anak tidak hanya mengembangkan emosi-emosi
tersebut. Tapi juga cara mengendalikanya. Pada masa ini juga, anak sudah mampu
menggunakan bahasa untuk meberi nama pada emosi yang dialaminya, misalnya
mengatakan “saya takut”.
3.3.3.
Fase Remaja
Remaja
merupakan masa peralihan antara anak-anak menuju ke masa dewasa. Pada masa ini
remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan
emosional. Masa ini biasanya biasanya dirasakan sebagai masa yang sulit, baik
bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya.
Karena
berada pada masa peralihan antara anak-anak dan masa dewasa, maka status remaja
agak kabur, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Masa remaja biasanya
memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian
belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang,
dan khawatir kesepian. Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi kedalam
empat periode, yaitu:[1]
1.
Periode
Pra-remaja
Selama periode ini
terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja pria maipun wanita.
Perubahan fisik belum begitu tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya
memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa kegemukan.
Gerakan-gerakan mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai difat kepekaaan
terhadap rangsangan-rangsangan dari luar, responnya biasanya berlebihan
sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang
atau bahkan meledak-ledak.
2.
Periode
Remaja Awal
Selama periode ini
perkembangan gejala fisik yang tampak semakin jelas adalah perubahan fungsi
alat-alat kelamin. Karena perubahan alat-alat kelamin serta perubahan fisik
yang semakin nyata ini, remaja sering mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung
menyendiri sehingga tidak jarang mereka terasing, kurang perhatian dari orang
lain, bahkan merasa tidak ada orang yang mau memperdulikannya. Kontrol terhadap
dirinya tambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar
untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi
karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi
yang kadang-kadang tidak wajar.
3.
Periode
Remaja Tengah
Tanggung jawab hidup
yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja untuk dapat menuju ke arah mampu
memikul sendiri seringkali menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Karena
tuntutan peningkatan tanggung jawab ini tidak hanya datang dari orang tua atau
anggota keluarganya melainkan juga dari masyarakat sekitar, maka tidak jarang
masyarakat juga terbawa-bawa menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang
terjadi dalam masyarakat yang seringkali juga menunjukkan adanya kontradiksi
dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, maka tidak jarang juga remaja
mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja
seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang
tua atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar
dipatuhi oleh remaja tanpa disertai alasan yang masuk akal menurut mereka atau
bahkan orang tua atau orang dewasa menunjukkan perilaku yang tidak konsisten
dengan nilai-nilai yang dipaksakannya itu.
4.
Periode Remaja Akhir
Selama periode ini
remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukan
pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua
dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknyakepada mereka.
Interaksi dengan orang tua juga menjadi semakin lebih bagus dan lancar karena
mereka sudah semakin memiliki kebebasan yang relatif terkendali serta emosinya
pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu
mengambil keputusan tentang arah hidupnya secaara lebih bijaksana meskipun
belum bisa secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat
dipertanggung jawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
Perkembangan
emosi pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah laku. Demikian juga pada perkembangan emosi remaja. Kualitas atau fluktuasi
gejala yang tampak dalam tingkah laku itu tergantung pada tingkat fluktuasi
emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa
tingkah laku emosional, misalnya: agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap
apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti: melukai diri sendiri,
memukul-mukul kepala sendiri, dan sejenisnya. Berdasarkan perubahan-perubahan
pada remaja, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja,
yaitu:[2]
1.
Perubahan
Jasmani
Pertumbuhan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya
pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besar
terhadap perkembangan emosi pada remaja. Pada taraf permulaan,
pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang
mengakibatkan postur tubuh tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering
mempumyai akibat yang tak terduga pada perkembangn emosi remaja. Tidak setiap
remaja dapat menerima kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan
tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat.
Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya
sehinga dapat menyebabkan rangsangan didalam tubuh remaja dan seringkali
menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
2.
Perubahan
Pola Interksi dengan Orang Tua
Pola interaksi orang tua dengan anak, termasuk remaja,
sangat bervariasi. Ada yang pola interaksinya apa yang dianggap terbaik oleh
dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat memaksakan kehendak, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang penuh dengan cinta kasih. Perbedaan
pola interaksi orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan
perkeambangan emosi remaja.cara memberikan hukuman, misalnya ketika dulu masih
anak-anak, orang tua bisa memukul jika anak berbuat nakal, tetapi pada saat
remaja cara-cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih
berat antara remaja dengan orang tuanya.
Pemberontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa mereka
berada dalam keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasa orang
tua. Mefreka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukkan
perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukkan bahwa dirinya telah
berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan
terhadap orang tua sehingga orang tuanya marah, maka merekapun belum puas
karena orang tua tidak menunjukkan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan
semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
3.
Perubahan
Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja
seringkali membanguninteraksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara
berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dan membentuk semacam “geng”.
Interaksi antar anggota dalam satu kelompok “geng” biasanya sangat intens serta
memiliki kohesivitas serta solidaritas yang sangat tinggi.
Faktor
yang sering mendatangkan masalah emosi pada remaja adalah hubungan cinta dengan
teman lawan jenis. Pada masa remaja tengah biasanya remaja benar-benar merasa
jatuh cinta dengan lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja,
tetapi juga tidak jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika
tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
Oleh sebab itu, orang tua justru merasa senang atua bahkan cemas ketika anak
remajanya jatuh cinta. Gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi ketika
cinta remaja tidak terjawab, ditolak atau karena pemutusan hubungan cinta
sepihak sehingga banyak mendatangkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja
itu sendiri.
4.
Perubahan
Pandangan Luar
Faktor
penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja selain
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan
dunia luar dirinya. Ada
sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik
emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a.
Sikap
dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang-kadang mereka
dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran
yang wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak
kecil sehingga berakibat timbulnya kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan
yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional.
b.
Dunia
luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja
laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki memiliki banyak teman
perempuan, mereka mendapat predikat “populer” dan mendatangkan kebanggaan.
Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering
dianggap tidak baik bahkan mendapat predikat yang kurang baik pula. Penerapan
nilai yang berbeda semacam ini jika tidak
disertai dengan pemberian pengertian bijaksana dapat menyebabkan remaja
bertingkah laku emosional.
c.
Serigkali
kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab
yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut kedalam kegiatan-kegiatan yang
merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral, seperti: penyalahgunaan obat
terlarang, minum-minuman keras, atau tindak kriminal dan kekerasan. Perlakuan
dunia luar semacam ini akan sangat merugikan bagi perkembangan emosional
remaja.
5.
Perubahan
Interaksi dengan Sekolah
Pada
masa anak-anak, sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan suatu tempat
pendidikan yang sangat diidealkan oleh mereka. Para
guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain
tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta
didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih percaya, lebih patuh,
bahkan lebih takut kepada guru dari pada kepada orang tuanya. Posisi guru
semacam ini sangat strategis bila digunakan untuk pengembangan emosi anak
melalui penyampaian nilai-nilai luhur, positif, dan kontruktif.
Namun
demikian, tidak jarang terjadi bahwa dengan figur sebagai tokoh tersebut guru
memberikan ancaman-ancaman tertentu kepada para peserta didiknya. Peristiwa
semacam ini sering tidak disadari oleh guru bahwa dengan ancaman-ancaman itu
sebenarmya hanya akan menambah permusuhan saja dari anak-anak setelah anak-anak
tersebut menginjak masa remaja. Cara-cara seperti ini akan memberikan stimulus
negatif bagi perkembangan emosi anak.
Berdasarkan uraian diatas, perkembangan emosi dibedakan
menjadi tiga fase, yaitu: fase bayi, fase kanak-kanak, dan fase remaja. Fase
bayi merupakan fase awal dari perkembangan emosi. Bayi mengggunakan berbagai macam gerakan atau
tingkah laku untuk berinteraksi kepada orang lain.
Fase kanak-kanak merupakan fase setelah bayi. Usia kanak-kanak
perkembangan emosi cenderung pada rasa ingin tahu dari anak-anak. Shingga pada
usia anak-anak mulau muncul berbagai jenis emosi.
Fase remaja merupakan fase pembentukan dari emosi. Pada
masa pembaharuan para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat
mereka terima atau yang sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang
menarik bagi mereka. Pada saat ini timbullah idealisme untuk mengubah
lingkungannya. Idealisme seperti ini tidak boleh diremehkan dengan anggapan
bahwa semuanya akan muncul setelah mereka dewasa nanti. Sebab, idealisme yang
dikecewakan akan berkembang menjadi tingkah laku emosional yang destuktif.
Sebaliknya, kalau remaja berhasil diberikan penyaluran yang positif untuk
mengembangkan idealismenya akan sangat bermanfaat bagi pengembangan lebih
lanjut sampai mereka memasuki masa dewasa.
BAB IV
Penutup
4.1.Simpulan
Perkembangna
emosi erat hubungan dengan fase-fase perkembangan fisik maupun psikis seorang
anak. Perkembangan emosi dipengaruhi oleh kematangnan dan belajarnya individu
itu pada tiap tahap perkembangannya. Sebenarnya dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan hampir semua fungsi yang esensial dari seorang individu selalu ada
dan terdapat kerja sama di antara fungsi-fungsi tersebut dan kemudian makin
hari makin bertambah kompleks. Sebagai gambaran suatu proses yang semakin
kompleks yaitu mulai dari anak itu belajar bejalan, berbicara sapai pada
berfantasi dan berpikir, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keadaan dalam
pertumbuhan dan perkembangan seorang individu baik dalam maupun luar akan
membentuk sifat khas emosi dari individu itu.
Perkembangan
emosi erat hubungannya dengan pola perkembangan emosi yang merupakan tahapan
perubahan emosi pada manusia. Perubahan ini dapat berupa perubahan tingkah laku
emosional yang timbul akibat adanya rangsangan dari dalam tubuh maupun sikap
yang ditimbulkan oleh orang lain serta benda-benda disekitarnya. Manusia
memiliki berbagai jenis emosi. Emosi-emosi tersebut dapat muncul secara
tiba-tiba maupun secara normal. Jenis-jenis emosi diantaranya: cinta, kegembiraan,
keinginan, benci, sedih dan kagum.
Fase
perkembangan emosi dibedakan menjadi tiga fase yaitu fase bayi, fase anak-anak,
dan fase remaja. Fase bayi merupakan fase awal, yang ditandai dengan keinginan
bayi untuk menyampaikan beberapa hal dengan cara menangis maupun gerakan
tertentu. Lanjutan dari fase adalah fase anak-anak, pada fase ini anak mulai
mengenal orang lain dan timbullah berbagai macam emosi. Fase yang terakhir
merupakan fase remaja. Fase remaja disebut fase terakhir karena pada fase ini
terjadi pembentukan emosi pada anak, dan emosi akan terbentuk dengan sempurna
ketika seorang remaja menjadi dewasa
4.2.Saran
- Para guru harus lebih memahami pola perkembangan emosi pada anak-anak maupun remaja. Jika pada saat kegiatan belaj mengajar berlangsung terjadi sebuah penyimpangan emosi (emosi yang mengarah pada kejelekan) seorang guru dapat menanganinya dengan baik.
- Para orang tua yang baru pertama kali memiliki seorang bayi, mengetahui perkembangan emosi pada bayi itu sangat penting, agar dapat mengarahkanya dengan baik.
- Para remaja harus mengetahui perkembangan emosi, karena pada masa remaja emosi masih dalam keadaan tidak stabil. Sehingga dengan mengetahui jenis serta perkembangan emosi, remaja dapat mengendalikan diri dan menjadi remaja yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar